Selamat Datang

Belajar Kebijakan Perlindungan Tanaman adalah situs yang dibuat untuk mendukung mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana mempelajari mata kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman. Blog ini dibuat sebagai sarana pembelajaran blended learning dan sebagai sarana pembelajaran daring selama pandemi Covid-19. Bila Anda adalah mahasiswa peserta mata kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman semester genap Tahun Ajaran 2020/2021, untuk melaksanakan perkuliahan daring Anda wajib membaca setiap materi kuliah dan melaksanakan petunjuk mengenai hal-hal yang harus dilakukan sebagaimana diberikan pada setiap materi kuliah.

Senin, 16 Maret 2020

3.2. Pengambilan Keputusan, Penerapan, dan Pengorganisasian Pengendalian Hama Terpadu

Pada tulisan sebelumnya sudah diuraikan PHT sebagai sistem perlindungan tanaman menurut UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman itu sebenarnya bagaimana secara teknis. Pada tulisan tersebut telah diuraikan bahwa PHT pada dasarnya merupakan instrumen pengambilan keputusan untuk melaksanakan tindakan perlindungan tanaman. Pengambilan keputusan tersebut berkaitan dengan cara apa yang digunakan dan kapan pengendalian mulai dilakukan. Pada tulisan ini diuraikan prosedur pengambilan keputusan dalam penerapan PHT dan pengorganisasian petani untuk dapat melaksanakan penerapan PHT.

3.2.1. MATERI KULIAH
3.2.1a. Membaca Materi Kuliah
Sebagaimana didefinisikan oleh Kogan (1998), PHT sesungguhnya merupakan sistem dukungan pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan sistem dukungan pengambilan keputusan adalah berbagai cara yang dilakukan untuk menentukan apakah tindakan pengendalian sudah atau belum perlu dilakukan, apa saja yang perlu dipertimbangkan, dan bila perlu dilakukan, tindakan pengendalian apa yang sebaiknya dilakukan dan bagaimana melakukannya. Dengan demikian, pengambilan keputusan sebenarnya merupakan bagian PHT yang sangat penting. Bahkan, dapat dikatakan bahwa PHT sesungguhnya adalah perubahan pengambilan keputusan dari pengendalian dengan pestisida secara terjadwal menjadi pengendalian dengan berbagai cara pada waktu yang ditentukan dengan menggunakan pertimbangan tertentu sebagai dasar pengambilan keputusan. Pada pengendalian OPT dengan pestisida secara terjadwal, pengambilan keputusan merupakan sesuatu yang tidak penting sebab pelaksanaan pengendalian telah dijadwalkan.

Pengambilan keputusan dalam PHT dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang saling berkaitan dan dengan melalui proses yang kompleks. Sebagaimana dengan PHT sendiri yang berkembang dari ‘pengendalian hama terpadu’ menjadi ‘pengelolaan hama terpadu’, pengambilan keputusan juga terus mengalami perkembangan. Pada awalnya, ketika PHT masih pada tahap ‘pengendalian hama terpadu’, pengambilan keputusan dilakukan dengan dasar ambang ekonomi (AE, economic threshold, ET). AE merupakan padat populasi OPT yang perlu dikendalikan untuk mencegah menjadi semakin meningkat mencapai padat populasi yang dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis yang dikenal sebagai ambang luka ekonomis (ALE, economic injury level, EIL) (baca artikel jurnal ilmiah). Dalam kaitan ini, ALE merupakan padat populasi OPT yang mampu menyebabkan kerusakan dan nilai kehilangan hasil (yield lost) yang sama dengan biaya pengendalian yang diperlukan untuk mengendalikannya. Nilai kehilangan hasil merupakan selisih nilai produksi tanaman dalam keadaan dirusak OPT dibandingkan dengan nilai produksi tanpa dirusak OPT. Nilai produksi merupakan besar produksi dikalikan dengan harga. Pengendalian OPT perlu dilakukan sebelum padat populasinya mencapai ALE agar nilai kehilangan hasil yang dapat diselamatkan lebih besar daripada biaya pengendalian OPT. AE sebagai dasar pengambilan keputusan ditetapkan oleh para pakar dengan menggunakan metode tertentu. Petani melakukan pemantauan agroekosistem dan mencocokkan apakah populasi OPT hasil pemantauan telah atau belum mencapai AE. Bila padat populasi hasil pemantauan telah mencapai AE maka tindakan perlindungan tanaman segera harus dilakukan. Sebaliknya bila padat populasi hasil pemantauan masih lebih rendah daripada AE maka tindakan perlindungan tanaman belum perlu dilakukan sampai diperoleh hasil dari pelaksanaan pemantauan agro-ekosistem berikutnya.

Pengambilan keputusan berdasarkan AE banyak dikritik karena sebenarnya dilakukan bukan oleh petani sendiri melainkan dengan bantuan pakar untuk terlebih dahulu menetapkan AE. Selain itu, AE dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama kemampuan merusak dari hama yang dikendalikan, hubungan antara hama dengan musuh alaminya, biaya pengendalian, dan harga hasil tanaman sehingga dengan demikian AE bersifat dinamik (senantiasa berubah). Bila harus menunggu ditetapkan oleh para pakar maka akan selalu terlambat, tetapi bila harus ditetapkan oleh petani sendiri menjadi terlalu rumit. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan maka pengambilan keputusan dengan menggunakan instrumen AE semakin ditinggalkan dan digantikan dengan dasar pertimbangan yang lebih mudah dapat dilakukan oleh petani sendiri atau bila dilakukan oleh pakar maka harus dapat dilakukan dengan cepat seiring dengan dinamika OPT sendiri. Hal ini melahirkan cara pengambilan keputusan berbasis petani dan berbasis sistem pakar (expert system) dengan dukungan komputer dan dan jaringan Internet. Namun demikian, pengambilan keputusan berbasis sistem pakar ini juga mengalami kendala yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan pengambilan keputusan berdasarkan AE karena pada dasarnya masih dilakukan oleh pakar di luar petani atau setidak-tidaknya menggunakan sistem pakar yang untuk menggunakannya perlu terlebih dahulu dapat diakses dan dipahami oleh petani. Para pakar menciptakan banyak sistem pakar, tetapi sebagian besar hanya berakhir dalam bentuk publikasi di jurnal ilmiah yang tidak dapat diakses oleh petani (silahkan baca Agpest, SoyBug, dan terbaru TeaPest, dan yang lainnya, sekedar sebagai contoh).

Pengambilan keputusan berbasis sistem pakar dilakukan bersama-sama oleh petani dan oleh pihak luar yang mengoperasikan sistem pakar yang digunakan. Pengambilan keputusan berbasis sistem pakar juga tidak hanya didasarkan semata-mata atas populasi OPT, melainkan berdasarkan berbagai faktor yang terlebih dahulu telah dipelajari secara mendalam dan diketahui mempengaruhi terjadinya ledakan OPT. Dengan demikian, pemantauan agro-ekosistem dalam pengambilan keputusan berbasis sistem pakar tidak hanya dilakukan terhadap OPT dan musuh alaminya, tetapi juga terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan OPT dan musuh alaminya. Faktor lingkungan yang lazim dipertimbangkan adalah kultivar tanaman, fase pertumbuhan tanaman, keadaan agroklimat, dan sebagainya. Pemantauan dapat dilakukan dengan melibatkan petani secara langsung maupun tidak langsung dan melaporkan hasilnya kepada sistem pakar untuk diproses secara terkomputerisasi. Hasil pemrosesan terkomputerisasi tersebut dikembalikan kepada petani untuk mengambil keputusan akhir pelaksanaannya. Di negara-negara maju, pelaporan hasil pemantauan kepada sistem pakar dan penyampaian hasil permosesan sistem pakar kepada petani dilakukan dengan dukungan Internet, tetapi hal ini belum memungkinkan di negara-negara sedang berkembang.

Pengambilan keputusan oleh petani di Indonesia sebenarnya telah dimulai ketika PHT menjadi program nasional dan dilaksanakan melalui sekolah lapang PHT (SL-PHT). Akan tetapi, perubahan tersebut tidak berlangsung dengan serta merta melainkan berlangsung beriringan dengan pengambilan keputusan berdasarkan AE. Semakin lama, setelah semakin banyak petani mengenyam SL-PHT maka pengambilan keputusan berbasis petani semakin dikedepankan dan pengambilan keputusan berdasarkan AE semakin ditingalkan. Pengambilan keputusan berbasis petani didasarkan atas pemikiran bahwa petani adalah ahli PHT. Petani adalah orang yang paling mengerti dan paling berkepentingan akan usahataninya sehingga petanilah yang seharusnya paling bisa dan paling berhak memutuskan. Pengambilan keputusan berbasis petani tetap mempertimbangkan populasi OPT hasil pemantauan agro-ekosistem, tetapi keputusan tidak diambil dengan mencocokkan padat populasi hasil pemantauan dengan AE, melainkan dengan mempertimbangkan banyak hal yang disepakati bersama oleh anggota kelompok yang mempunyai usahatani di suatu hamparan tertentu. Dengan demikian, pengambilan keputusan berbasis petani dilakukan oleh petani secara bersama-sama, tidak bisa hanya secara individual sebagaimana pada pengambilan keputusan berdasarkan AE. Hal ini sesuai dengan prinsip bahwa permasalahan OPT sesungguhnya adalah permasalahan perubahan keseimbangan ekologis sehingga untuk mengatasinya perlu dilakukan dalam satu wilayah hamparan secara bersama-sama dan dalam waktu bersamaan.

Pengambilan keputusan berbasis petani dapat dilakukan dengan menggunakan beragam pertimbangan tambahan selain sekedar padat populasi hasil pemantauan agroekosistem. Pemantauan agro-ekosistem tetap dilakukan tetapi hasilnya tidak bersifat final sebagaimana pada pengambilan keputusan berdasarkan AE, melainkan dimusyawarahkan untuk memperoleh keputusan bersama. Pengambilan keputusan melalui musyawarah tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahnyak faktor lain, di antaranya pengalaman petani, hasil pemantauan musuh alami, biaya pelaksanaan, nilai hasil usahatani, dan sebagainya. Pengambilan keputusan melalui musyawarah tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai bantuan cara pengambilan keputusan, di antaranya pohon keputusan, yang semuanya telah dipelajari melalui SLPHT. Setelah diputuskan melalui musyawarah maka keputusan mengikat setiap orang yang mempunyai usahatani pada hamparan yang sama untuk melakukannya bersama-sama. Pengambilan keputusan berbasis petani mengharuskan petani mengikat diri dalam organisasi kelompok tani. Dengan kata lain, penerapan PHT dengan berdasarkan SLPHT (PHT-SL) mengharuskan kebijakan pembangunan pertanian dilakukan dengan fokus pada penguatan kapasitas dan kelembagaan petani, bukan pada komoditas.

Pengambilan keputusan dilakukan terhadap berbagai hal, di antaranya cara pengendalian yang diterapkan, saat melakukan tindakan, cara pelaksanaan, dan sebagainya. Cara pengendalian dapat berupa cara mekanik, cara fisik, cara kimiawi, cara hayati, cara genetik, cara budidaya, dan cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmi pengetahuan dan teknologi. Di antara cara-cara tersebut ditentukan satu atau beberapa cara untuk diterapkan secara bersamaan. Dalam pemilihan cara-cara tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, cara kimiawi harus dipilih sebagai alternatif terakhir. Pemilihan sebagai alternatif terakhir tidak berarti bahwa setiap cara lain terlebih dahulu dicoba, melainkan dipertimbangkan masak-masak dan setelah melalui pertimbangan tersebut maka apabila tidak ada cara lain yang dipandang efektif barulah dapat digunakan cara kimiawi. Setelah cara pengendalian ditetapkan maka pelaksanaan pengendalian dilakukan sesuai dengan keputusan mengenai waktu pelaksanaan, apakah saat ini juga atau perlu menunggu beberapa waktu kemudian. Cara pelaksanaan bergantung pada dasar yang digunakan dalam pengambilan keputusan, apakah keputusan diambil berdasarkan AE, berdasarkan keputusan petani, atau berdasarkan sistem pakar. Pada pengambilan keputusan berdasarkan AE, elaksanaan dapat dilakukan secara perseorangan atau secara berkelompok (bila penetapan AE dilakukan secara berkelompok), sedangkan pada pengambilan keputusan berdasarkan keputusan petani atau berdasarkan sistem pakar, pelaksanaan harus dilakukan secara berkelompok.

Pelaksanaan PHT secara berkelompok memerlukan pengorganisasian petani. Pengorganisasian petani pada mulanya dilakukan dengan pendekatan ‘dari atas’ (top down), yaitu dibentuk atas dasar permintaan pihak luar, tetapi ke depan diharapkan dapat berlangsung ‘dari bawah’ (bottom up), yaitu dibentuk oleh petani atas dasar kesadaran sendiri. Meskipun telah terjadi perubahan besar-besaran secara politik setelah reformasi, pengorganisasian dewasa ini masih sangat diwarnai oleh pendekatan ‘dari atas’. Pengorganisasian petani dengan pendekatan ‘dari bawah’ masih belum begitu meluas, selain karena kesadaran politik petani masih sangat didominasi oleh politik partai, itikad pemerintah sendiri untuk mendorong berkembangnya kesadaran pengorganisasian petani ‘dari bawah’ memang masih belum terlalu tampak. Program pemerintah yang murni dilaksanakan untuk menumbuhkan kesadaran berorganisasi di kalangan petani memang masih sangat jarang, kalau bukan justeru belum ada sama sekali. Kemampuan petani untuk berorganisasi masih sangat jauh ketinggalan dari kemampuan buruh karena petani didorong berorganisasi pada umumnya hanya untuk tujuan ‘menyukseskan’ program pemerintah, termasuk program PHT. Kelompok-kelompok tani PHT pada umumnya dibentuk manakala pemerintah memprogramkan PHT, yang kemudian untuk selanjutnya, setelah program selesai dilaksanakan, kelompok tani pun juga ikut menyelesaikan dirinya sendiri.

Pengorganisasian masyarakat menjadi pentinga dalam pelaksanaan PHT karena pengendalian OPT merupakan masalah masyarakat yang untuk mengatasinya memerlukan tindakan bersama berdasarkan atas visi dan komitmen yang dimiliki bersama mengenai masalah yang dihadapi dan mengenai hubungan satu sama lain agar kegiatan/tindakan perlindungan tanaman dapat berkelanjutan dalam menghadapi karakteristik OPT yang sulit dikendalikan, sebagaimana disampaikan oleh Howard et al. (2019, p. 3):

pest management is a community problem, which requires collective action in order to achieve best results across the landscape; and collective action requires people to work together to develop a shared vision and commitment, to the problem and to each other, in order for that action to be sustained over time, in response to the persistent nature of pest species (p. 11 dan 27).

Pengorganisasian masyarakat menjadi penting karena OPT tidak lagi hanya bisa dipandang dari perspektif sains dan teknik sebagaimana mendominasi selama ini, melainkan juga dari perspektif kepedulian yang meningkat mengenai peranan manusia dalam mendorong perubahan dan pengelolaan lanskap, dan dari perspektif mengenai cara kedua perspektif sebelumnya direpresentasi dan dibentuk melalui kerangka pengambilan keputusan seperti legislasi, kebijakan, nasihat best prectice, dan budaya.

3.2.1b. Mengunduh dan Membaca Pustaka Wajib
Silahkan mengklik setiap tautan yang diberikan pada materi kuliah ini dan mengunduh pustaka yang disediakan dari halaman Pustaka KPT dan membaca judul bab atau sub-bab yang berkaitan dengan materi kuliah ini.

3.2.2. PENUNTASAN MATERI KULIAH

3.2.2a. Mengerjakan Latihan Pembelajaran Kasus
Untuk mendalami permasalahan kebijakan perlindungan tanaman, setiap mahasiswa wajib mengunjungi dan mempelajari situs Direktorat Perlindungan Tanaman PanganDirektorat Perlindungan HortikulturaDirektorat Perlindungan Perkebunan, dan Badan Karantina Pertanian. Pada setiap situs, lakukan navigasi untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan nasional perlindungan tanaman atau kebijakan nasional karantina dan kemudian silahkan catat informasi mengenai hal-hal berikut ini:
  1. Ketersediaan informasi mengenai pengambilan keputusan PHT di setiap situs dengan melakukan penelusuran untuk menemukan yang menyediakan informasi mengenai hal tersebut;
  2. Ketersediaan informasi mengenai penerapan PHT di setiap situs dengan melakukan penelusuran untuk menemukan yang menyediakan informasi mengenai hal tersebut;
  3. Ketersediaan informasi mengenai pengambilan pengorganisasian PHT di setiap situs dengan melakukan penelusuran untuk menemukan yang menyediakan informasi mengenai hal tersebut
  4. Sejauh mana melakukan penelusuran untuk memperoleh informasi mengenai pengambilan keputusan, penerapan, dan pengorganisasian PHT yang dapat atau tidak dapat ditemukan;
  5. Penjelasan mengenai mengapa informasi mengenai PHT perlu diberikan melalui setiap website tersebut;
Catat hasil penelusuran untuk disampaikan sebagai bagian dari Laporan Melaksanakan Perkuliahan Daring materi kuliah ini.

3.2.2b. Menyampaikan dan Menanggapi Komentar dan/atau Pertanyaan
Setelah membaca materi kuliah ini, silahkan menyampaikan komentar dan/atau pertanyaan mengenai hal-hal berkaitan langsung dengan materi kuliah ini di dalam kotak komentar yang terletak di sebelah bawah materi kuliah ini. Sampaikan komentar dan/atau pertanyaan mengenai hal-hal yang belum diuraikan secara jelas, bukan hal-hal yang yang sudah diuraikan dalam materi atau tidak berkaitan langsung dengan materi atau yang sudah disampaikan oleh mahasiswa lain. Silahkan juga menanggapi pertanyaan atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lain terhadap materi kuliah ini. Komentar dan/atau pertanyaan serta tanggapan terhadap komentar dan/atau pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa lain harus sudah masuk selambat-lambatnya sampai pada Kamis, 24 Maret 2022 pukul 24.00 WITA. Salin komentar dan/atau pertanyaan mengenai materi kuliah serta tanggapan terhadap komentar dan/atau pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa lain lalu tempel dalam Laporan Melaksanakan Kuliah. Setiap mahasiswa juga dapat diminta untuk menyampaikan laporan pembagian blog dan materi kuliah pada saat melaksanakan ujian tengah semester.

3.2.2c. Membagikan Blog Mata Kuliah dan Materi Kuliah
Untuk memanfaatkan media sosial dalam pembelajaran, silahkan membagikan membagikan blog mata kuliah dengan mengklik pilihan tombol media sosial untuk membagikan blog secara keseluruhan dan membagikan setiap materi kuliah dengan mengklik tombol pilihan media sosial yang disediakan pada setiap materi kuliah selambat-lambatnya sampai pada Kamis, 24 Maret 2022 pukul 24.00 WITACatat tautan (link) pembagian blog dan pembagian materi kuliah melalui media sosiadiminta untukwajib menyampaikan laporan pembagian blog dan materi kuliah pada saat melaksanakan ujian tengah semester.

3.2.2d. Menandatangani Daftar Hadir dan Menyampaikan Laporan Melaksanakan Perkuliahan Daring
Untuk membuktikan telah melaksanakan perkuliahan daring materi kuliah ini, silahkan mengisi dan memasukkan:
  1. Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Sabtu, 19 Maret 2022 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani silahkan periksa hasil penandatanganan daftar hadir;
  2. Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Kamis, 24 Maret 2022 pukul 24.00 WITA dan setelah memasukkan silahkan periksa hasil pemasukan laporan.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan tidak menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah akan ditetapkan sebagai tidak melaksanakan kuliah.

Lanjutkan membaca Materi 3.3

***********
Hak cipta blog pada: I Wayan Mudita
Diterbitkan pertama kali pada 23 September 2018, diperbarui pada 25 Agustus 2020

Creative Commons License
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.

25 komentar:

  1. Ketika PHT masih pada tahap “pengendalian hama terpadu”, pengambilan keputusan dilakukan dengan dasar ambang ekonomi. Apa saja usaha-usaha untuk mengetahui nilai ambang ekonomi suatu hama?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik saya akan menjawab pertanyaan dari saudari terkait usaha-usaha untuk mengetahui nilai ambang ekonomi suatu hama.

      Usaha mengetahui nilai ambang ekonomi suatu hama dapat ditempuh atas beberapa dasar sebagai berikut:
      1) Atas dasar pengalaman setempat yang diperoleh dalam jangka waktu lama sehingga pengalaman tersebut dapat diyakini kebenarannya bahwa tingkat kepadatan populasi tertentu, bila tidak dikendalikan, akan menimbulkan kerugian ekonomi;
      2) Atas dasar ketetapan di daerah atau negara lain jika memang nilai ambang ekonomi untuk daerah tersebut belum ada;
      3) Atas dasar penelitian: nilai ambang ekonomi hasil penelitian ini dianggap paling baik karena didasarkan atas analisis faktor-faktor penentu daerah tersebut, yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan

      Terima kasih.

      Hapus
  2. Jika seandainya permasalahan OPT disetiap lahan pertanian berbeda, apakah pengambilan penerapan PHT masih dilakukan dalam pengorganisasian atau kelembagaan petani?
    Dan pada pertanian modern saat ini, apakah pakar pertanian dengan penyuluh pertanian memiliki fungsi dan tugas yang sama?

    Terima kasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. baik saya akan menjawab pertanyaan dari @AngelicaNono menurut pendapat saya permasalahan OPT disetiap lahan tentu berbeda-beda tetapi jenis OPTnya sama sehingga penerapannya dilakukan melalui kelembagaan petani karena Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sudah dikenalkan kepada petani oleh penyuluh melalui program SLPHT dan pembinaan lanjutan untuk melatih petani agar mandiri dalam menerapkan PHT. pertanian modern seperti saat ini pakar pertanian dan dengan penyuluh pertanian memiliki fungsi dan tugas yang berbeda. tugas pakar pertanian (Seorang petani) bekerja mengelola tanah dengan menanam tanaman padi, buah-buahan, sayur-mayur, bunga, ataupun komoditi lainnya. Hasil panennya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para petani, bisa juga di dagangkan kepada orang lain sedangkan fungsinya sebagai pemelihara usahatani dan mengelola berbagai macam usahatani. tugas penyuluh pertanianmemiliki tugas dan fungsi memberikan penyuluhan kepada petani melalui pendekatan kelompok tani agar pengetahuan, keterampilan, maupun sikap petani menjadi lebih baik dalam mengelola usahatani guna meningkatkan kesejahteraannya. terimakasih.

      Hapus
    2. saya akan menjawab ppertanyaannya yang saya pahami pengambilan keputusan permasalhan opt disetiap lahan yang berbeda lebih efektif jika petani di seuatu lahan tersebut melakukan diskusi dalam mengambil keputusan lebih tepatnya kelembagaan petani
      tugas pakar dan penyuluh pertanian jekas berbeda di era sekarang ,pakar pertanian secara naluri ahli dalam bidang melalui studi kasus baru yang ia temukan umumunya bahasanya hanya terkait bidang yang ia geluti dan penyuluh pertanian justru perananya lebih vital karena dapat memberikan suatu informasi yang terkemuka kepada petani (non formal) untuk petani menerapkannya .terimakasih

      Hapus
  3. terkait materi diatas, keputusan dalam PHT dilakukan dengan faktor apa yang harus dipertimbangkan dan bagaimana menjalani sebuah proses yang kompleks. terimakasih.

    BalasHapus
  4. Peangambilan keputusan secara EA oleh pakar banyak mendapat kritikan karena tidak sepenuhnya dilakukan oleh petani ,lalu hal apalagi yang melatarbelakangi pengambilan keputusan EA dikritik?selain dari petani kesulitan mengakses imformasi dari Pengambilan keputusan secra EA oleh pakar

    BalasHapus
  5. Faktor faktor apakah yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengendalian serangan hama dan penyakit tanaman?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengendalian hama s yaitu importasi, augmentasi, dan konservasi. Importasi merupakan membawa musuh alami hama dari tempat lain ke lahan pertanian untuk dilibatkan dalam pengendalian hama. Augmentasi merupakan peningkatan populasi musuh alami hama yang telah ada, dengan melepaskan varietas yang telah dikendalikan sifatnya. Konservasi merupakan mempertahankan musuh alami hama yang telah beradaptasi dengan baik dan sudah memiliki hubungan predasi yang tetap.
      terima kasih

      Hapus
    2. Ada empat prinsip dasar yang mendorong penerapan PHT secara nasional,terutama dalam rangka program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

      1. Budidaya tanaman sehat
      Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan bertahan terhadap serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut.

      2. Memanfaatkan musuh alami
      Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang merupakan tulang punggung PHT. Dengan adanya musuh diharapkan mampu menekan populasi hama, di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak melebihi toleransi tanaman.

      3. rutin atau pemantauan
      Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak faktor di dalamnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alaminya serta untuk mengetahui kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan secara rutin. Informasi yang diperoleh digunakan sebagai dasar tindakan yang akan dilakukan.

      4. Petani sebagai ahli PHT
      Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat. Rekomendasi PHT yang dikembangkan oleh petani sendiri. Agar petani mampu menerapkan PHT, diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui pelatihan baik secara formal maupun informal.

      Hapus
    3. Baik saya akan menjawab pertanyaan dari saudara Defan Tameon. Menurut saya faktor faktor yang perlu diperhatikan berkaitan dengan pengendalian serangan hama dan penyakit tanaman yaitu :
      1. Budidaya tanaman sehat
      Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat akan bertahan terhadap serangan hama dan penyakit dan lebih cepat mengatasi kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut.
      2. Memanfaatkan musuh alami
      Pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami yang merupakan tulang punggung PHT. Dengan adanya musuh diharapkan mampu menekan populasi hama, di dalam agroekosistem terjadi keseimbangan populasi antara hama dengan musuh alaminya, sehingga populasi hama tidak melebihi toleransi tanaman.

      3. Rutin atau pemantauan
      Agroekosistem bersifat dinamis, karena banyak faktor di dalamnya yang saling mempengaruhi satu sama lain. Untuk dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alaminya serta untuk mengetahui kondisi tanaman, harus dilakukan pengamatan secara rutin. Informasi yang diperoleh digunakan sebagai dasar tindakan yang akan dilakukan.

      4. Petani sebagai ahli PHT
      Penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat. Rekomendasi PHT yang dikembangkan oleh petani sendiri. Agar petani mampu menerapkan PHT, diperlukan usaha pemasyarakatan PHT melalui pelatihan baik secara formal maupun informal.

      Hapus
  6. Program pemerintah mengenai pelaksanaan PHT yang murni dilaksanakan untuk menumbuhkan kesadaran berorganisasi di kalangan petani memang masih sangat jarang, kalau bukan justeru belum ada sama sekali.Mengapa hal ini bisa terjadi ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya, petani belum memahami dengan benar akan pentingnya suatu keputusan terkait pengendalian OPT yang terencana dan terorganisir. Selain itu, sifat petani yang cenderung individualisme dan tidak adanya kemauan bekerja sama dapat menjadi salah satu penyebabnya.

      Terima kasih

      Hapus
  7. Mengapa Pengendalian OPT harus memperhatikan kelestarian lingkungan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena Kebermanfaatan dalam penerapan pengendalian OPT yang ramah lingkungan dapat meningkatkan produktivitas tanaman, keamanan petani dan konsumen, kelestarian lingkungan dengan adanya keseimbangan ekosistem serta meminimalkan biaya produksi karena berkurangnya penggunaan pestisida/insektisida

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Pengendalian OPT yang ramah lingkungan akhir-akhir ini sering menjadi wacana dalam usaha tani. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam UU No. 12/1992 dan PP No. 6/1995 yang mengisyaratkan bahwa perlindungan tanaman dilakukan sesuai sistem PHT. Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan salah satu cara pengamanan produksi dari masalah OPT dengan pengendalian yang memadukan beberapa cara pengendalian yang lebih diarahkan pada cara pendekatan-pendekatan yang mengandalkan peran agroekosistem. Pengendalian secara biologi dengan memanfaatkan agens hayati merupakan salah satu komponen PHT yang didasarkan pada pendekatan tersebut (Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2013). Pengendalian hama dengan memanfaatkan alam dan tidak menentangnya merupakan salah satu strategi untuk mengelola pertumbuhan tanaman dan lingkungannya, sehingga memberikan keuntungan yang maksimal.

      Hapus
  8. Dalam prinsip PHT pengambilan keputusan dilakukan atas hasil rembukan suatu kelompok tani.
    Adakah dasar pertimbangan untuk membentuk suatu kelompok tani dalam penerapan PHT, Jelaskan!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena kelompok tani merupakan suatu bagan yang menerapkan sistem PHT dan kelompok tani merupakan bagan yang turun langsung ke lapangan/lahan sehingga mereka yang mengetahui seluk beluk dari konsep PHT

      Hapus
  9. Pada materi diatas dijelaskan bahwa pemantauan agro-ekosistem dalam pengambilan keputusan berbasis sistem pakar tidak hanya dilakukan terhadap OPT dan musuh alaminya, tetapi juga terhadap faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan OPT dan musuh alaminya.Yang ingin ditanyakan adalah kondisi faktor lingkungan yang bagaimana agar dapat menurunkan perkembangan opt dan musuh alami ?
    Terima kasih

    BalasHapus
  10. Dari materi diatas saya mau bertanya mengenai pemanfaatan varietas. Mengapa pengendalian dengan memanfaatkan varietas yang tahan merupakan salah satu komponen dalam pht?
    Terimakasih.

    BalasHapus
  11. Mengapa pengetahuan terkait bioekologi sangat diperlukan pada dasar ekologi PHT?

    BalasHapus
  12. Apakah cara kerja dari semua kelompok tani yang ada di Indonesia sudah mengikuti prosedur PHT?

    BalasHapus