Selamat Datang

Belajar Kebijakan Perlindungan Tanaman adalah situs yang dibuat untuk mendukung mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana mempelajari mata kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman. Blog ini dibuat sebagai sarana pembelajaran blended learning dan sebagai sarana pembelajaran daring selama pandemi Covid-19. Bila Anda adalah mahasiswa peserta mata kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman semester genap Tahun Ajaran 2020/2021, untuk melaksanakan perkuliahan daring Anda wajib membaca setiap materi kuliah dan melaksanakan petunjuk mengenai hal-hal yang harus dilakukan sebagaimana diberikan pada setiap materi kuliah.

Senin, 16 Maret 2020

3.1. Latar Belakang, Konsep, dan Hakekat PHT sebagai Sistem Perlindungan Tanaman

Pasal 20 Ayat (1) UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman menyatakan bahwa "Perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu. Penjelasan Pasal 20 Ayat (1) UU tersebut menyatakan "Sistem pengendalian hama terpadu adalah upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup. Dalam sistem ini penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir. Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan bersifat dinamis." Tulisan ini menyajikan latar belakang, konsep, dan hakekat PHT secara teknis sebagai dasar untuk memahami ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut.

3.1.1. MATERI KULIAH
3.1.1.a. Membaca Materi Kuliah
Sejak 1968 pemerintah Indonesia meluncurkan program nasional bimbingan masal (BIMAS) sebagai upaya peningkatan produksi padi, setelah sejak 1965/1966 dilaksanakan secara terbatas. Program BIMAS dilaksanakan melalui penggunaan bibit unggul berdaya hasil tinggi, pengolahan tanah, pengairan, pemupukan dan penggunaan pestisida, dan pemberian dukungan permodalan usahatani. Berikut adalah sebuah kutipan mengenai upaya pemerintah tersebut:
Indonesia began the BIMAS rice intensification programme in 1968 and since then there have been great increases in their total yields and overall production -overall an increase of more than three times. Most of this was due to better irrigation, shorter duration varieties and credit support for purchasing chemical fertiliser. Along with intensification were subsidies for certain inputs such as fertilisers and pesticides. The general belief in the 1960s was that more agrochemical inputs - both fertiliser and pesticides - meant higher yields and production. The government had funds from oil and was able to spend large sums of money on these inputs. In the year between 1976 and 1980 the subsidies for pesticides were over US$ 50 million per year and between 1981 and 1988 they exceeded US$ 150 million per year.
BIMAS berhasil meningkatkan produksi sampai sebesar tiga kali. Lonjakan produksi ini berhasil dicapai melalui penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, pupuk kimia, dan pestisida. Ketika itu ‘revolusi hijau’ (green revolution) sedang pada puncak masa kejayaannya dan ekologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan alam belum berkembang seperti sekarang. Penggunaan varietas unggul serta pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan menorong terjadinya ledakan wereng cokelat (brown planthopper, Nilaparvata lugens) yang merupakan vektor penyakit tungro (hopperburn). Varietas unggul berdaya hasil tinggi rentan terhadap wereng cokelat dan penyakit tungro. Untuk mengatasi ledakan hama ini varietas unggul baru yang tahan terhadap wereng cokelat (dikenal sebagai varietas unggul tahan wereng, VUTW) dikeluarkan dan pestisida digunakan semakin intensif. Namun setiap kali dihasilkan varietas baru, dalam waktu yang tidak terlalu lama muncul wereng cokelat biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan VUTW. Pestisida pun harus digunakan semakin banyak tetapi ledakan populasi wereng cokelat terus saja terjadi.

Sejak 1977 Peter Kenmore, seorang mahasiswa S3 University of California Berkeley yang mendapat beasiswa Rockefeller, mulai meneliti ekologi wereng cokelat di IRRI dan hasilnya dipublikasikan melalui artikel jurnal ilmiah Population regulation of the rice brown planthopper (Nilaparvata lugens Stål) within rice fields in the Philippines. Dia menemukan bahwa terdapat faktor pembunuh alami yang menyebabkan populasi hama-hama lainnya rendah. Pada ekosistem sawah, dia menemukan (sebenarnya sudah ditemukan 15 tahun sebelumnya di Jepang, bahwa terdapat laba-laba, capung, berbagai jenis kumbang dan berbagai serangga parasitodi yang merusakkan telur, nimfa, dan imago wereng cokelat. Penggunaan pestisida, selain mendorong munculnya biotipe wereng baru, justeru mematikan musuh alami tersebut sehingga menyebabkan terjadinya resurgensi hama sasaran dan ledakan hama sekunder. Temuan ini kurang mendapatkan perhatian, bahkan di IRRI sendiri. IRRI terus sibuk berpacu menghasilkan VUTW baru setiap kali VUTW yang sudah ada dipatahkan ketahanannya oleh wereng cokelat biotipe baru. Ledakan wereng cokelat terjadi dengan interval teratur yang oleh pemulia tanaman disebut ‘boom and bust’ karena VUTW tahan hanya sementara untuk kemudian ketahanannya lenyap begitu muncul wereng cokelat biotipe baru.

Gambar 3.1. Pestisida dan wereng cokelat: (a) Aplikasi pestisida secara terjadwal pada masa pra-PHT, (b) Nimfa dan imago wereng cokelat menggerombol pada pangkal rumpun padi, dan (c) tanaman padi mengering setelah diserang wereng cokelat. Gambar (c) adalah tanaman padi di persawahan PT Sanghyang Seri dan BB Padi Sukamandi yang juga tidak luput dari serangan OPT tersebut (http://www.kabarindonesia.com/ foto.php?jd=Tanaman+Padi+Kering+Diserang+Hama+Wereng+Coklat&pil=20100525221009)

Penelitian mengenai ekologi wereng cokelat di Indonesia dilakukan of Ida Nyoman Oka dari Deptan (sekarang Kementan) dan Kasumbogo Untung dari UGM awal 1980-an. Ketika pada 1985 terjadi lagi ledakan wereng cokelat, seorang staf Depkeu (sekerang Kemenkeu) mengingatkan Menkeu ketika itu bahwa subsidi pestisida sudah terlalu besar dan oleh karena itu perlu dicari cara untuk mengurangi penggunaan pestisida. Menkeu melaporkan hal ini kepada Presiden Soeharto yang kemudian, dengan mendasarkan pada hasil-hasil penelitian mengenai ekologi wereng cokelat yang dilakukan di Indonesia (dengan dukungan Kazushige Sogawa, seorang pakar evolusi wereng cokelat ternama dari Jepang), mendorong dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 1986 tentang Peningkatan Pengendalian Hama Wereng pada Tanaman Padi yang mncabut ijin dan melarang peredaran 57 jenis pestisida. Inpres ini merupakan tonggak awal PHT di Indonesia karena pada 1989 dicanangkan Program Nasional PHT dengan dukungan Program Antar-Negara PHT Padi FAO (dipimpin oleh Peter Kenmore) Program Nasional tersebut ditangani langsung oleh BAPPENAS yang memungkinkan Indonesia menjadi negara berkembang yang dinilai dunia sebagai berhasil menerapkan PHT.

Dengan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan, apakah sebenarnya PHT itu? Menurut Untung (2007), PHT yang dalam peraturan perundang-undangan disebutkan sebagai ‘pengendalian hama terpadu’ sebenarnya adalah ‘pengelolaan hama terpadu’, dua konsep yang sebenarnya berbeda tetapi saling berkaitan. Dasar ilmiah ‘pengendalian hama terpadu’ dikembangkan oleh para peneliti Universitas Kalifornia di Bekeley dan di Riverside selama kurang lebih 10 tahun sebelum kemudian diadopsi pada sebuah simposium yang disponsori FAO pada 1965. Pada simposium tersebut, ‘pengendalian hama terpadu’ diartikan sebagai pemaduan cara pengendalian kimiawi dan hayati:
... applied pest control which combines and integrates biological and chemical control. Chemical control is used as necessary and in a manner which is least disruptive to biological control. Integrated control may make use of naturally occurring biological control as well as biological control effected by manipulated or induced biotic agents’. (Stern et al. 1959)
Sementara itu, istilah 'pengelolaan hama terpadu’ diusulkan pertama kali sebenarnya oleh pakar ekologi Australia P.W. Geier dan L.R. Clark pada 1961. Istilah ‘pengelolaan hama terpadu’ tersebut mulai mendapat lebih banyak perhatian di AS sejak sejak publikasi artikel pada Annual Review of Entomology article in 1966, laporan National Academy of Science (NAS) pada 1969, dan prosiding konferensi di North Carolina yang menghadirkan pakar dari Australia. Istilah ‘pengendalian hama terpadu’ sebagaimana yang sekarang digunakan, digunakan pertama kali pada 1998 oleh M. Kogan. Menurut Kogan, ‘pengelolaan hama terpadu’ merupakan:
... a decision support system for the selection and use of pest control tactics, singly or harmoniously coordinated into a management strategy, based on cost/benefit analyses that take into account the interests of and impacts on producers, society, and the environment (Kogan, 1998).
Terdapat banyak sekali definisi mengenai ‘pengelolaan hama terpadu’ dan dipublikasikan oleh Waheed I. Bajwa and Marcos Kogan (2002). Namun demikian, PHT sebenarnya adalah sistem pendukung pengambilan keputusan untuk pemilihan dan penggunaan taktik pengendalian hama. Dalam hal ini hama diartikan dalam pengertian yang luas, mencakup binatang hama, patogen, dan gulma pada hewan, ikan, dan tanaman, bahkan pada fasilitas umum dan lingkungan hidup. Dengan demikian jelas bahwa PHT bukan sekedar pemaduan satu atau lebih cara pengendalian sebagaimana yang didefinisikan dalam UU No. 12 Tahun 1992 tentang Perlindungan Tanaman.

Program pengembangan PHT tanaman padi di Asia yang dimulai oleh FAO pada 1980 terdiri atas empat fase sebagai berikut:
  • Fase I (1980-1987), berfokus pada verifikasi teknologi PHT dan pengembangan pilot kegiatan penyuluhan dengan petani disertai dengan kampanye penyuluhan strategi untuk mempromosikan pemahaman dan penerapan PHT;
  • Fase II (1987-1993), menitikberatkan pada pengembangan sumberdaya manusia serta introduksi program dan pengenalan pelatihan pelatih (training of trainers) selama musim tanam dan pengenalan pendekatan yang berhasil melibatkan ratusan ribu petani untuk pertama kali;
  • Fase III (1993-2000), berfokus pada pengembangan program nasional PHT pelatihan selama musim tanam dan sekolah lapang petani. Pada fase ini berkembang berbagai kegiatan yang dipelopori oleh petani, termasung pelatihan petani oleh petani, penelitian oleh petani, penelitian kaji tindak, penelitian dampak terhadap kesehatan, dan berbagai inovasi program lainnya. Program nasional PHT mulai diterapkan di berbagai negara, di antaranya di Indonesia, India, Vietnam, dan Kamboja;
  • Fase IV (2000-seterusnya), mulai dikembangkan program yang dikenal sebagai PHT-Masyarakat (Community-IPM) yang berfokus pada PHT oleh petani. Pada fase ini petani menjadi fokus berbagai kegiatan di negara-negara yang menerapkan PHT. Program ini juga berhasil mengembangkan program nasional PHT yang inovatif di negara-negara Asia lainnya, antara lain di Nepal dan China.
PHT pada hakekatnya merupakan sebuah paradigma baru perlindungan tanaman bahwa OPT merupakan bagian tidak terpisahkan dari ekosistem pertanian (agroekosistem) dan sejarah perkembangan pertanian. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari agroekosistem, keberadaan OPT tidak dapat benar-benar dihindarkan melainkan sampai batas-batas tertentu perlu ditoleransi untuk memungkinkan terjaganya proses ekologis rantai makanan (food chain) dan jejaring makanan (food web) karena OPT merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis organisme lain. Dalam konteks perlindungan tanaman, organisme yang memakan OPT sebagai makanan dikenal sebagai musuh alami (natural enemies). Penggunaan cara pengendalian untuk membasmi OPT berarti pada saat yang sama juga membasmi musuh alami sehingga proses ekologis menjadi terganggu sehingga populasi OPT memperoleh kesempatan untuk meledak (meningkat dengan cepat). Oleh karena itu, PHT berbeda dengan perlindungan tanaman sebelumnya, tidak dimaksudkan untuk membasmi OPT, kecuali bila memang diperlukan, melainkan untuk menurunkan populasi sehingga tidak menimbulkan kerusakan yang merugikan. Dengan demikian, PHT tidak dimaksudkan sekedar untuk memaksimalkan produksi pertanian, melainkan juga untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Dalam pertanian berkelanjutan, produktivitas, yaitu produksi per satuan luas, perlu dijaga keseimbangannya dengan stabilitas, yaitu fluktuasi produksi, kemerataan, yaitu distribusi produksi dalam masyarakat, dan kemandirian, yaitu kemampuan petani dan masyarakat pada umumnya untuk menggunakan sumberdaya milik sendiri secara efektif dan efisien. Saat ini pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan (sustainable development doals, SDGs) yang mencakup 17 sasaran. Pertanian, jika dilaksanakan sebagai pertanian berkelanjutan, dapat berkontribusi besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan berkelanjutan tersebut tetapi jika tidak sebagai pertanian berkelanjutan justru dapat menjauhkan dari sasaran tersebut.

3.1.1b. Mengunduh dan Membaca Pustaka Wajib
Silahkan mengklik setiap tautan yang diberikan pada materi kuliah ini dan mengunduh pustaka yang disediakan dari halaman Pustaka KPT dan membaca judul bab atau sub-bab yang berkaitan dengan materi kuliah ini.

3.1.2. PENUNTASAN MATERI KULIAH
3.1.2a. Mengerjakan Latihan Pembelajaran Kasus
Untuk mendalami permasalahan kebijakan perlindungan tanaman, setiap mahasiswa wajib mengunjungi dan mempelajari situs Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Perlindungan Perkebunan, dan Badan Karantina Pertanian. Pada setiap situs, lakukan navigasi untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan nasional perlindungan tanaman atau kebijakan nasional karantina dan kemudian silahkan catat informasi mengenai hal-hal berikut ini:
  1. Ketersediaan informasi mengenai PHT di setiap situs dengan melakukan penelusuran untuk menemukan yang menyediakan definisi atau uraian mengenai PHT;
  2. Komentar terhadap temuan butir 1 berkaitan dengan PHT sebagai sistem perlindungan tanaman, dengan menyampaikan pendapat Anda mengenai penerapan PHT di Indonesia saat ini, mengingat sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan, PHT merupakan sistem perlindungan tanaman;
  3. Ketersediaan informasi mengenai pertanian berkelanjutan di setiap situs dengan melakukan penelusuran untuk menemukan yang menyediakan definisi atau uraian mengenai pertanian berkelanjutan;
  4. Penjelasan mengenai tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan pada temuan Anda pada butir 1, komentar Anda pada butir 2, dan temuan Anda pada butir 3, sejauh mana situs tersebut di atas telah menunjukkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam sub-sektor yang menjadi tanggung jawab masing-masing;
  5. Hubungan antara PHT, pertanian berkelanjutan, dan SDGs, dengan cara mempelajari ke-17 SDGs dan kemudian menyebutkan dan menjelaskan 3 sasaran yang memerlukan kontribusi pertanian yang sangat penting untuk mencapai sasaran yang bersangkutan.
Catat hasil penelusuran untuk disampaikan sebagai bagian dari Laporan Melaksanakan Perkuliahan Daring materi kuliah ini.

3.1.2b. Menyampaikan dan Menanggapi Komentar dan/atau Pertanyaan
Setelah membaca materi kuliah ini, silahkan menyampaikan komentar dan/atau pertanyaan mengenai hal-hal berkaitan langsung dengan materi kuliah ini di dalam kotak komentar yang terletak di sebelah bawah materi kuliah ini. Sampaikan komentar dan/atau pertanyaan mengenai hal-hal yang belum diuraikan secara jelas, bukan hal-hal yang yang sudah diuraikan dalam materi atau tidak berkaitan langsung dengan materi atau yang sudah disampaikan oleh mahasiswa lain. Silahkan juga menanggapi pertanyaan atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lain terhadap materi kuliah ini. Komentar dan/atau pertanyaan serta tanggapan terhadap komentar dan/atau pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa lain harus sudah masuk selambat-lambatnya sampai pada Kamis, 17 Maret 2022 pukul 24.00 WITA. Salin komentar dan/atau pertanyaan mengenai materi kuliah serta tanggapan terhadap komentar dan/atau pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa lain lalu tempel dalam Laporan Melaksanakan Kuliah. Setiap mahasiswa juga dapat diminta untuk menyampaikan laporan pembagian blog dan materi kuliah pada saat melaksanakan ujian tengah semester.

3.1.2c. Membagikan Blog Mata Kuliah dan Materi Kuliah
Untuk memanfaatkan media sosial dalam pembelajaran, silahkan membagikan membagikan blog mata kuliah dengan mengklik pilihan tombol media sosial untuk membagikan blog secara keseluruhan dan membagikan setiap materi kuliah dengan mengklik tombol pilihan media sosial yang disediakan pada setiap materi kuliah selambat-lambatnya sampai pada Kamis, 17 Maret 2022 pukul 24.00 WITACatat tautan (link) pembagian blog dan pembagian materi kuliah melalui media sosiadiminta untukwajib menyampaikan laporan pembagian blog dan materi kuliah pada saat melaksanakan ujian tengah semester.

3.1.2d. Menandatangani Daftar Hadir dan Menyampaikan Laporan Melaksanakan Perkuliahan Daring
Untuk membuktikan telah melaksanakan perkuliahan daring materi kuliah ini, silahkan mengisi dan memasukkan:
  1. Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Sabtu, 12 Maret 2022 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani silahkan periksa hasil penandatanganan daftar hadir;
  2. Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Kamis, 17 Maret 2022 pukul 24.00 WITA dan setelah memasukkan silahkan periksa hasil pemasukan laporan.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan tidak menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah akan ditetapkan sebagai tidak melaksanakan kuliah.

***********
Hak cipta blog pada: I Wayan Mudita
Diterbitkan pertama kali pada 23 September 2018, diperbarui pada 24 Februari 2021

Creative Commons License
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.

65 komentar:

  1. Penggunaan varietas unggul serta pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan menorong terjadinya ledakan wereng cokelat (brown planthopper, Nilaparvata lugens) yang merupakan vektor penyakit tungro (hopperburn). Varietas unggul berdaya hasil tinggi rentan terhadap wereng cokelat dan penyakit tungro. Untuk mengatasi ledakan hama ini varietas unggul baru yang tahan terhadap wereng cokelat (dikenal sebagai varietas unggul tahan wereng, VUTW) dikeluarkan dan pestisida digunakan semakin intensif. Namun setiap kali dihasilkan varietas baru, dalam waktu yang tidak terlalu lama muncul wereng cokelat biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan VUTW. Pestisida pun harus digunakan semakin banyak tetapi ledakan populasi wereng cokelat terus saja terjadi. Sampai sekarang petani padi sawah dibagian Kabupaten Sumba Barat telah mengalami ledakan hama wereng cokela dan pestisida sangat melebihi ketentuan yang di tetapkan menurut PHT. Pertanyaannya saya apakah karena penggunaan bahan kimia pestisida yang berlebihan sehingga muncul hama baru (wereng cokelat) yang disebut penyakit tungro ataukah ada faktor lain yang menyebabkan munculnya wereng cokelat biotipe baru.?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penggunaan cara pengendalian untuk membasmi OPT berarti pada saat yang sama juga membasmi musuh alami sehingga proses ekologis menjadi terganggu sehingga populasi OPT memperoleh kesempatan untuk meledak (meningkat dengan cepat). Oleh karena itu, PHT berbeda dengan perlindungan tanaman sebelumnya,apakah perbedaan itu memang betul2 bisa memgendalika OPT tersebut atau bagaimana??

      Hapus
  2. Dalam UU NO..12 Tahun 1992 tentang sustem budidaya tanaman.
    Pada pasal 9 ayat (1) yaitu penemuan varietas unggul dilakukan melalui kegiatan pemuliaan.
    Apakah ada cara lainatau kegiatan lain selain kegiatan pemuliaan?
    Terimah kasih🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik menurut saya bahwa kegiatan pemulian tanaman cara yang tepat untuk menemukan varietas unggul, yang dimana kita ketahui bahwa dengan menanam varietas unggul ini akan meningkat hasil produksi selain itu juga tahan hama dan penyakit.
      maka kegiatan pemulian tanaman ini sudah cara yang tepat dan tidak ada cara lain selain dari kegiatan pemulian tanaman.
      Terima kasih banyak

      Hapus
    2. Tidak ada
      Karena varietas unggul adalah galur hasil pemuliaan yang mempunyai satu atau lebih keunggulan khusus seperti potensi hasil tinggi, tahan terhadap hama, tahan terhadap penyakit, toleran terhadap cekaman lingkungan, mutu produk baik, dan atau sifat-sifat lainnya serta telah dilepas oleh pemerintah

      Hapus
  3. Baik, disini saya ingin bertanya: Apakah penerepan PHT dalam hal ini aspek Agroekosistem perlu menjadi perhatian? 🙏

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya sangat perlu karena masih berkaitan dengan perlindungan tanaman

      Hapus
    2. Baik menurut saya mengenai penerapa PHT dalam aspek agroekosistem yang dimana kita ketahui bahwa PHT itu suatu kegiatan untuk mengatasi penyakit yang mengganggu tanaman,dengan menerapkan bahan kimia atau pestisida, pada PHT dalama aspek agroekosistem perlu di perhatikan karna agroekosistem itu berhubungan dengan lingkungan baik fisik maupun kimianya,maka dari itu karna penggunaan PHT kita perlu di pertikan karna dampaknya terhadap lingkungan, selain itu juga resisten terhadap hamaa dan penyakit jika pakai secara berlebihan.
      Terima kasih

      Hapus
    3. Menurut saya PHT sangat perlu sebagai bagian dari perlindungan tanaman,dan agroekosistem itu sendiri adalah sistem ekologi dalam suatu lahan pertanian yang di dalamnya terdapat komponen biotik dan abiotik

      Hapus
    4. Menurut saya sangat diperlukan.
      dalam hal ini peran aktif instansi terkait dalam memasyarakatkan pht sangat diperlukan. pengendalian hama terpadu merupakan sistem pengendalian hama dan penyakit yang berwawasan lingkungan untuk pembangunan pertanian yang berkelanjutan. mempertahankan populasi hama atau tingkat serangan hama.

      Hapus
    5. ya penting karena merupakan salah satu program perlindungan tanaman.

      Hapus
    6. Baik menurut saya sangat perlu untuk memperhatikan agro ekosistem karena agroekosistem sendiri adalah kondisi lingkungan baik secara biotik dan abiotik yang sudah dikelola oleh petani sesuai kebutuhan tanaman ,secara pht yang umum berdampak pada agroekosistem adalah secara pht kimia dengan menggunakan insektisida ,jika penggunaan secara tepat maka agroekosistem tetap terjaga
      Tetapi jika tidak tepat maka dampaknya berimbas pada agroekosistem misalnya penggunaan insektisida secara berlebihan dapat menyebabkan hama menjadi resisten dan makin banyak , menurunkan kesuburan tanah dan yang paling utama adalah agensi alami yang bukan target pun juga ikut terkena dampak oleh karena itu perlu untuk memperhatikan agro ekosistem

      Hapus
  4. Bagaimana Hubungan antara PHT, pertanian berkelanjutan, dan SDGs, dengan cara mempelajari ke-17 SDGs?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlindungan hama terpadu membahas mengenai beberapa cara metode pengendalian hama yang dilakukan secara bersamaan dengan tujuan kegiatan pengendalian hama tidak merusak konservasi lahan serta tidak menyimpang norma masyarakat. Bedanya dengan pertanian berkelanjutan yaitu di dalam kegiatan yang ingin dicapai sistem pertanian berkelanjutan membahas mengenai perlindungan hama terpadu sehingga dengan begitu tetap mendapatkan hasil produksi maksimum dan juga kesehatan lingkungan tetap terjaga dan bisa digunakan untuk kegiatan pertanian selanjutnya. pembangunan berkelanjutan ini dilakukan untuk mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan yang terdapat dalam SDGs. Terimakasih

      Hapus
  5. Apakah pada tahun 1980 sampai dengan 1987 negara Indonesia mengambil bagian dalam sistem pengembangan perlindungan hama terpadu yang dilakukan di negara Asia yang berfokus pada verifikasi teknologi PHT dan pengembangan pilot kegiatan penyuluhan dengan petani disertai dengan kampanye penyukluhan strategisuntuk mempromosikan pemahaman dan penerapan PHT? Dan jika iya bagaimana sistem pengembangan hama terpadu pada fase ini di Indonesia? Terima kasih

    BalasHapus
  6. Mengapa PHT berbeda dengan perlindungan tanaman sebelumnya, tidak dimaksudkan untuk membasmi OPT, kecuali bila memang di perlukan? Jelaskan!

    BalasHapus
    Balasan
    1. dari saya, Konsep PHT ini bertujuan agar ekosistem betul-betul terjaga sehingga tidak terjadi peningkatan populasi hama, karena dikhawatirkan ketika hama ini dieradikasi, maka akan mempengaruhi populasi lainya sehingga bisa saja populasi itu akan bisa turun drastis atau bahkan naik drastis. karena semua makluk hidup, hidup dalam ekosistem

      Hapus
    2. Menurut saya, PHT berbeda dengan konsep.perlindungan tanaman sebelumnya karena memang PHT adalah prinsip baru yang dipakai setelah cara perlindungan tanaman yang lama dianggap merugikan banyak hal. Dan PHT tidak dimaksudkan untuk membasmi OPT tapi digunakan kata mengendalikan, artinya populasi OPT tidak dibqbat habis tetapi populasinya dikurangi agar kerusakan yang ditimbulkan juga tidak begitu parah. Hal ini dikarenakan semua hewan yang termasuk OPT juga merupakan bagian dari ekosistem yang keberadaannya harus dijaga demi keseimbangan alam. Karena apabila salah satu komponen ekosistem tidak ada atau populasinya berkurang maka akan berdampak bagi komponen yang lainnya.
      Terima kasih

      Hapus
  7. Pada materi dijelaskan penggunaan cara pengendalian untuk membasmi OPT berarti pada saat yang sama juga membasmi musuh alami sehingga proses ekologis menjadi terganggu sehingga populasi OPT memperoleh kesempatan untuk meledak (meningkat dengan cepat).yang ingin saya tanyakan bagaimanakah cara pengendalian yang tepat agar proses ekologis tetap terjaga?

    BalasHapus
    Balasan
    1. tentunya kita bisa menggunakan konsep PHT, dimana tujuan dari konsep ini kan untuk menurunkan populasi dari hama tersebut tanpa merusak ekosistem. nah pengendaliannya bisa dilakukan secara mekanik walaupun itu membutuhkan tenaga yang banyak dan menguras waktu. Sekarang kita hidup dizaman teknologi sudah maju maka kita bisa mengendalikan menggunakan teknologi tersebut. contohnya penggunaan pestisida nabati yang lebih ramah lingkungan sehingga tepat sasaran tujuan pengendaliannya dan juga tidak membunuh populasi lain yang justru membawah keuntungan

      Hapus
  8. Mengapa penggunaan pestisida mendorong munculnya biotipe wereng baru?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan dari teman Evan.
      Hal itu dapat terjadi karena adanya penggunaan pestisida yang tidak tepat dan mengakibatkan predator atau musuh alami dari wereng mati. Dengan begitu penggunaan pestisida ini hanya akan menambah serta mendorong munculnya biotioe wereng baru karena OPT ini sudah kebal atau tidak dapat dikendalikan menggunakan pestisida.
      Terima kasih.

      Hapus
    2. Salah satu masalah terbesar dalam budidaya pertanian adalah hama. Biasanya, petani menggunakan pestisida untuk mengendalikan hama tersebut. Tujuan utamanya memang untuk mengendalikan hama, akan tetapi pada kenyataannya, penggunaan pestisida justru malah meningkatkan populasi hama.

      Hal ini dapat terjadi apabila pengaplikasian pestisida pada tanaman dilakukan secara tidak tepat dan tidak bijaksana. Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor menyatakan bahwa penggunaan pestisida yang sudah di luar batas anjuran atau berlebihan justru akan memicu kekebalan pada hama tanaman

      Hapus
    3. saya akan mencoba menjawab pertayaan dari evan kondo.
      Melalui penggunaan pestisida, petani mungkin merasakan populasi hama semakin berkurang. Namun di balik itu, ada hal lain yang menjadi masalah yakni munculnya hama baru yang sebelumnya tidak menjadi masalah setelah populasi hama lama terkendali. Jenis hama tertentu dapat dikendalikan oleh musuh alami. Namun, setelah penerapan pestisida pada tanaman pertanian, musuh alami hama justru mati sehingga muncullah hama-hama baru yang tidak terkendali.

      Hapus
    4. Baik saya akan menjawab pertanyaan dari @stepanus kondo.Penggunaan pestisida yang berlebihan dinilai mempengaruhi jumlah populasi dan meningkatnya intensitas serangan Hal ini disebabkan pestisida tersebut telah menyebabkan matinya predator atau hewan pemnagsa alami Penggunaan pestisida yang tidak tepat ini justru membuat mati para predator wereng. Dan malah membuat wereng kebal terhadap pestisida Selain penggunaan pestisida yang kurang tepat, perubahan tata iklim global juga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan wereng pada tanaman. Terimkasih

      Hapus
  9. Baik disini saya mau bertanya sedikit mengenai PHTT(perlingdungan hama terpadu), yang dimana PHT ini dengan menerapkan bahan kimia dan pestisida tapi keyataanya bahwa Penggunaan PHT ini juga membawa dampak terhadap peningkat populasi wereng coklat.
    Mengapa demikian
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan ini.
      Menurut saya gal itu dapat terjadi karena pestisida yang digunakan sudah menyebabkan matinya musuh alami dari wereng coklat itu sendiri. Jika penggunaan pestisida tidak benar dan tepat sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut maka musuh alami dari OPT yang terdapat pada tanaman itu sendiri akan mati,dan populasi serta perkembangannya makin besar.
      Terima kasih.

      Hapus
    2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    3. Baik saya atas nama Lukosius Soni hayon. Saya mencoba menjawab pertanyaan dari teman fridolinus edon.
      Menurut saya hal itu bisa terjadi karena penggunaan bahan kimia dan pestisida dapat meningkatkan populasi werang coklat dikarenakan adanya perubahan fisiologi pada tanaman sehingga lebih disukai werang atau adanya rangsangan bahan kimia dan pestisida terhadap werang untuk bertelur, makan dan menetaskan telur sehingga populasi werang coklat semakin bertambah.
      Terimakasih

      Hapus
  10. Baik saya Lukosius Soni Hayon ingin bertanya.
    Dalam sistem PHT penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir dalam mengendalikan OPT, Namun penggunaan pestisida yang tidak benar dan bijaksana justru dapat berdampak pada rusaknya ekosistem. Pertanyaan dari saya bagaimana cara penggunaan pestisida yang baik dan benar?
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik saya mencoba menjawab bagaimana penggunaan pestisida yang baik dan benar yaitu agar tidak terjadi resistensi OPT terhadap pestisida Ada lima cara tepat aplikasi pestisida secara bijaksana dimana harus memperhatikan (jenis dan mutu, waktu, dosis, cara, dan sasaran)

      Hapus
  11. Program BIMAS dilaksanakan melalui penggunaan bibit unggul berdaya hasil tinggi, pengolahan tanah, pengairan, pemupukan dan penggunaan pestisida, dan pemberian dukungan permodalan usahatani.Yang menjadi pertanyaan saya, apakah di daerah kita NTT ini sudah ada terlaksanya program BIMAS? Jika sudah apakah progam BIMAS ini sudah menunjukan perubahan dan perkembangan terhadap pertanian di NTT?

    BalasHapus
  12. Baik disini says ingin bertanya mengenai penerapan PHT , kira2 bagaimana upaya yang dilakukan di Indonesia atau di NTT sekarang untuk membentuk penerapan PHT ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik saya akan menjawab, yang di lakukan untuk penerapan PHT diperlukan komponen teknologi, sistem pemantauan yang tepat, dan petugas atau petani yang terampil dalam penerapan komponen teknologi PHT. sehingga dari ini dapat membentuk suatu penerapan PHT. Terima kasih

      Hapus
    2. Baik, saya akan mencoba untuk menjawab. Jadi, upaya ang dilakukan untuk penerapan PHT di indonesia ini yaitu dengan 4 prinsip dimana ke 4 prinsip ini sudah banyak diterapkan di Indonesia, yaitu budidaya tanaman sehat, pemanfaatan musuh alami, pengamatan yang dilakukan secara rutin, dan juga petani sebagai ahli PHT.

      Hapus
    3. Baik disini saya akan menjawab pertanyaan dari saudara terkait upaya apa saja yang dilakukan di Indonesia atau di NTT sekarang untuk membentuk penerapan PHT.

      Jadi, PHT adalah suatu konsepsi atau cara berpikir mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dengan pendekatan ekologi yang bersifat multudisiplin untuk mengelola populasi hama da penyakit dengan memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang kompatibel dalam satu kesatuan koordinasi pengelolaan. Nah, upaya yang paling tepat dilakukan di Indonesia atau di NTT adalah dengan menggunakan prinsip dasar yang mendorong penerapatan PHT tersebut. Prinsip-Prinsip itu diantaranya, budidaya tanaaman sehat, pengamatan rutin atau pemantauan, pemanfaatan musuh alami, dan petani sebagai ahli PHT.
      Dengan upaya-upaya tersebut, maka penerapan PHT yang berlaku di Indonesia atau di NTT bisa dilakukan, terutama dalam rangka program pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
      Terima kasih.

      Hapus
  13. Baik saya ingin bertanya apakah ada kaitan antara perencanaan atau perancangan kegiatan perlindungan tanaman dan PHT jika ada berikan alasan keterkaitan seperti apa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yah tentu saja ada PHT ini kan merupakan salah satu bagian dari kegiatan perlindungan tanaman. contohnya gini : kita mau merencanakan bagaimana pengendalian terhadap pengendalian hama ulat grayak amerika. kita harus mengetahui dulu proses tumbuh kembangnya, tingkat kerusakan, musuh alaminya dan sebagainya. kita harus mempertimbangkan segala aspek dan kemungkinan nantinya. ketika sudah dirancangkan, kita membuat konsep pengendaliannya seperti penggunaan teknologi kayak pestisida nabati,musuh alami dll. dn diekskusi. jadi pada intinya kegiatan PHT ini berguna untuk melindungi tanaman budidaya dan juga secara tidak langsung mengendalikan ekosistem agar tetap seimbang dan menjaga rantai makanan

      Hapus
  14. Terkait konsep PHT, terkadang konsep di satu daerah tidak cocok dengan daerah lain. contohnya pengendalian Chromolaena odorata dengan penggunaan musuh alami di NTT dulu tidak berhasil. jadi kira-kira apakah kelemahan dari konsep PHT ini?

    BalasHapus
  15. Banyak petani petani kecil Desa yang belum dan bahkan tidak tahu dengan PHT itu karna kurangnya perhatian atau Sosialisasi dari pemerintah setempat yang berperan pada bidang itu, sedangkan pemerintah perannya sangat penting dalam meningkatkan pengetahuan petani. Saya ingin menyampaikan saja. Terima kasih 🙏

    BalasHapus
  16. Bagaimana hubungan antara PHT,pertanian berkelanjutan dan SDGs?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hubungannya adalah Saat ini pembangunan berkelanjutan dilakukan untuk mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan (sustainable development doals, SDGs) yang mencakup 17 sasaran. Pertanian, jika dilaksanakan sebagai pertanian berkelanjutan, dapat berkontribusi besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan berkelanjutan tersebut tetapi jika tidak sebagai pertanian berkelanjutan justru dapat menjauhkan dari sasaran tersebut.

      Hapus
  17. jelaskan Ketersediaan informasi mengenai PHT di setiap situs dengan melakukan penelusuran untuk menemukan yang menyediakan definisi atau uraian mengenai PHT?

    BalasHapus
  18. Faktor-faktor apa saja yang dapat mengatasi penyebabnya populasi hama yang rendah?

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut saya faktor-faktor yang dapat mengatasi penyebab populasi hama yang rendah adalah adanya musuh alami dari hama tersebut yang mampu membuat hama tersebut sakit bahkan mati, juga bisa dari pola pertanaman yaitu tumpang sari dimana tidak hanya satu tanaman yang ditanam melainkan lebih dari satu yang dapat mengurangi tingkat serangan dari hama, serta dari jarak tanaman antar tanaman yang memungkinkan hama tidak mampu berpindah dari satu tanaman ke tanaman lain
      terima kasih

      Hapus
    2. Menurut saya faktor-faktor yang dapat mengatasi penyebab populasi hama yang rendah yaitu antara lain : musim tanam, cara budidaya, musuh alami, serta pola tanam.
      Pada musim tanam misalnya, musim kemarau, hama dan penyakit padi yang umumnya timbul berdasarkan tingkat keparahannya adalah tikus, diikuti oleh penggerek batang, dan walang sangit. Jadi langkah-langkah pengendalian dititikberatkan pada hama tikus. Selain itu budi daya tanaman padi dalam usaha peningkatan produktivitas juga mempengaruhi keberadaan hama dan penyakit. Pengolahan tanah, pembersihan gulma dan singgang, pemupukan berimbang, pengaturan jarak tanam, pengairan, dan pemeliharaan ikan dapat mengurangi serangan beberapa hama dan penyakit padi.

      Hapus
  19. Mengapa dalam Penggunaan pestisida, selain mendorong munculnya biotipe wereng baru, justeru mematikan musuh alami tersebut sehingga menyebabkan terjadinya resurgensi hama sasaran dan ledakan hama sekunder, disini saya ingin bertanya apa yang menyebabkan sehingga bisa membunuh musuh alami dari biotipe wereng

    BalasHapus
  20. PHT merupakan salah satu cara utk melindungi tanaman dr serangan OPT secara terpadu.
    Pertanyaan saya, kira2 di Indonesia apakah sudah banyak petani yg sdh menerapkan PHT ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik saya akan menjawab pertanyaan dari saudari @getrudis Lembu.
      Menurut pendapat saya memang penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) suda diterapkan diindonesia sejak lama tatapi di Indonesia penerapan PHT terbatas pada daerah tertentu dan komoditas tertentu dan akibat dari itu kususnya bagi petani yang kurang menggunakan penerapan tersebut kadang hasilnya menurun.

      Hapus
  21. Memang BIMAS berhasil meningkatkan produksi sampai sebesar tiga kali. Lonjakan produksi ini dan berhasil dicapai melalui penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi, pupuk kimia, dan pestisida.
    Baik untuk pertanyaan dari saya mengenai pernyataan ditas ketika masi ada masyarakat yang mata pancahariannya sebagai petani masi ada yang belum mengikuti program bimas yang ada.
    Lalu bagaimana cara atau tindakan dari para pemerintahan indonesia supaya masyarakat petani dapat mengikuti arahan sesuai program dari pemerintah yang ada.
    Karena dilihat dari proses selama ini yang telah terjadi di lahan pertaniannya petani sunggu berbeda karena ada petani yang mengikuti arahan pemerintah dan ada pula yang tidak menggunakannya.

    BalasHapus
  22. Apakah Petani di NNT sudah menerapkan pengendalian hama terpadu dengan baik

    BalasHapus
  23. Varietas unggul berdaya hasil tinggi rentan terhadap wereng cokelat dan penyakit tungro. Untuk mengatasi ledakan hama ini varietas unggul baru yang tahan terhadap wereng cokelat (dikenal sebagai varietas unggul tahan wereng, VUTW) dikeluarkan dan pestisida digunakan semakin intensif. Namun setiap kali dihasilkan varietas baru, dalam waktu yang tidak terlalu lama muncul wereng cokelat biotipe baru yang dapat mematahkan ketahanan VUTW. Pestisida pun harus digunakan semakin banyak tetapi ledakan populasi wereng cokelat terus saja terjadi. Bagaimana cara dan solusi dalam menghadapi masalah tersebut ?

    BalasHapus
  24. Berdasarkan materi diatas saya ingin bertanya mengapa masih terjadi munculnya biotipe wereng baru, hingga mematikan musuh alami sehingga menyebabkan terjadinya resurgensi hama sasaran dan ledakan hama sekunder padahal sudah dilakukannya pengendalian berupa penggunaan pestisida ?
    Terima kasih

    BalasHapus
  25. berdasarkan materi yang telah disampaikan saya ingin bertanya
    pada fase ke IV mulai dikembangkan program yang dikenal sebagai PHT- masyarakat yang berfokus pada PHT oleh petani dimana pada fase ini petani menjadi fokus berbagai kegiatan negara yang menerapkan PHT, disini saya ingin bertanya apakah dalam perjalanannya petani benar-benar dilibatkan dan kegiatan apa yang dilakukan pemerintah dalam menerapkan PHT serta bagaimana caranya pemerintah meratakan kegiatan-kegiatannya sampai pada petani yang berada didaerah pelosok

    terima kasih

    BalasHapus
  26. Berdasarkan materi yang sudah dipaparkan di atas, saya ingin bertanya, apakah dalam pelaksaanannya, penerapan PHT di Indonesia, khususnya di daerah-derah pelosok, sudah mencapai maksimal atau justru mengalami kendala sehingga penerapannya sulit untuk dilakukan? Lalu, apa yang akan terjadi apabila pada suatu daerah pelosok belum mengetahui informasi terkait penerapan PHT tetapi masyarakat di dalam daerah pelosok tersebut telah melakukan suatu tindakan yang termasuk bagian dari penerapan PHT, tetapi teknis pengerjaannya masih belum optimal?

    Terima kasih.

    BalasHapus
  27. Dilihat dari segi sosial ekonomi, bagaimana keuntungan yang akan diperoleh petani jika menerapkan PHT dalam usaha taninya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Keuntungan yang diperoleh jika petani menerpakan PHT dalam usaha taninya adalah petani dapat menghasilkan pangan yang sehat dengan biaya yang efisien dan produksi yang lebih tinggi yang berkelanjutan,serta dapat mencapai kedaulatan pangan Nasional.

      Hapus
  28. Ijin bertanya
    PHT sendiri merupakan pengambilan keputusan oleh di lapangan melalui diskusi secara kelompok apakah opt di kendalikan atau tidak .
    Apakah pengambilan keputusan diskusi petani ini lebih baik melibatkan pemerintah khususnya desa atau tidak sebagai penyedia saran atau fasilitator dalam hal biaya ?

    BalasHapus
  29. Baik terkait materi yang telah di sampaikan di atas, saya mau bertanya terkait Pestisida pun harus digunakan semakin banyak, tetapi ledakan populasi wereng cokelat terus saja terjadi. Selain di gunakan pestisida apakah ada cara lain untuk mengendalikan populasi wereng cokelat yang terus terjadi ? Terimakasih

    BalasHapus
  30. Mengapa konsep PHT dalam pengendalian OPT merupakan bagian penting dalam pertanian berkelanjutan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena PHT merupakan suatu sistem pengendalian yang menggunakan pendekatan ekologi, maka pemahaman tentang biologi dan ekologi hama dan penyakit menjadi sangat penting

      Hapus
  31. Mengapa teknologi perlindungan tanaman menjadi hal yang sangat penting dalam budidaya tanaman?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena perlindungan tanaman berperan didalam menjamin kepastian hasil dan memperkecil resiko berproduksi suatu tanaman, karena walaupun langkah-langkah lainnya dari budidaya suatu tanaman sudah dilakukan, seperti penggunaan varietas unggul, cara penanaman, pemupukan, pengairan, penyiangan dan pemanenan

      Hapus
  32. Baik saya ingin bertanya mengenai penerapan PHT di provinsi NTT terkususnya didaerah-daerah pedalaman di Nusa Tenggara Timur, kira-kira bagaimana upaya yang dilakukan di daerah-daerah pedalaman sekarang untuk membentuk penerapan PHT ?

    BalasHapus
  33. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus