Selamat Datang

Belajar Kebijakan Perlindungan Tanaman adalah situs yang dibuat untuk mendukung mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Nusa Cendana mempelajari mata kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman. Blog ini dibuat sebagai sarana pembelajaran blended learning dan sebagai sarana pembelajaran daring selama pandemi Covid-19. Bila Anda adalah mahasiswa peserta mata kuliah Kebijakan Perlindungan Tanaman semester genap Tahun Ajaran 2020/2021, untuk melaksanakan perkuliahan daring Anda wajib membaca setiap materi kuliah dan melaksanakan petunjuk mengenai hal-hal yang harus dilakukan sebagaimana diberikan pada setiap materi kuliah.

Senin, 16 Maret 2020

2.3. Ketentuan Mengenai Perlindungan Tanaman Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Indonesia dan Konvensi Internasional

Sebagaimana sudah diuraikan pada Materi 2.1 dan Materi 2.2, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan tanaman telah mengalami perubahan. UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman telah dicabut dan digantikan dengan UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan juga telah dicabut dan digantikan dengan UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. UU No. 22 Tahun 2019 telah diubah lebih lanjut melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sedangkan UU No. 21 Tahun 2019 tidak diubah. Berkaitan dengan perubahan UU tersebut, UU yang baru menyatakan bahwa peraturan pelaksanaan UU yang dicabut masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan ketentuan UU yang baru. Materi kuliah ini menguraikan kenentuan mengenai perlindungan tanaman berdasarkan pada ketentuan UU yang baru dan peraturan pelaksanaan UU yang telah dicabut

2.3.1. MATERI KULIAH
2.3.1a. Membaca Materi Kuliah
UU No. 22 Tahun 2019

UU No. 22 Tahun 2019 mengubah UU No. 12 Tahun 1992 dari tentang Sistem Budidaya Tanaman menjadi Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan. Berkaitan dengan perubahan ini, Pasal 1 UU yang baru menetapkan:
  1. Pelindungan Pertanian adalah segala upaya untuk mencegah kerugian pada budi daya pertanian yang diakibatkan oleh organisme pengganggu tumbuhan dan penyakit hewan (butir 12)
  2. Organisme Pengganggu Tumbuhan adalah semua organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau mengakibatkan kematian tumbuhan (butir 13).
  3. Eradikasi adalah tindakan pemusnahan terhadap Tanaman, Organisme Pengganggu Tumbuhan, penyakit hewan, dan benda lain yang menyebabkan tersebarnya Organisme Pengganggu Tumbuhan dan penyakit hewan (butir 14).

Dengan perubahan ini, perlindungan tanaman menjadi bagian dari perlindungan pertanian, yaitu perlindungan tanaman dari gangguan yang disebabkan oleh orgaisme pengganggu tumbuhan yang antara lain dapat dilakukan dengan tindakan eradikas. Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan pertanian diatur pada Pasal 48 sampai Pasal 54 sebagai berikut:

  1. Pelindungan Pertanian dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu serta penanganan dampak perubahan iklim (Pasal 48 Ayat 1) 
  2. Pelaksanaan Pelindungan Pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, Petani, Pelaku Usaha, dan masyarakat (Pasal 48 Ayat 2).
  3. Pelindungan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dilaksanakan melalui kegiatan: (a) pencegahan masuknya Organisme Penggangggu Tumbuhan dan penyakit hewan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia serta tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan dan penyakit hewan; dan (c) penanganan dampak perubahan iklim (Pasal 49).
  4. Setiap Orang dilarang menggunakan Sarana Budi Daya Pertanian, Prasarana Budi Daya Pertanian, dan/atau cara yang dapat mengganggu kesehatan dan/atau mengancam keselamatan manusia serta menimbulkan gangguan dan kerusakan sumber daya alam dan/atau lingkungan hidup dalam pelaksanaan Pelindungan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 (Pasal 50 Ayat 1)
  5. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sarana, prasarana, danf atau cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 50 Ayat 2).
  6. Setiap Orang yang memiliki atau menguasai Tanaman atau hewan harus melaporkan adanya serangan Organisme Pengganggu T\rmbuhan dan penyakit hewan kepada pejabat yang berwenang dan yang bersangkutan harus mengendalikannya (Pasal 51 Ayat 1).
  7. Dalam hal serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan penyakit hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan: (a) eksplosi; atau (b) Organisme Pengganggu Tumbuhan dan penyakit hewan yang belum pernah ada, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban menanggulangi bersama masyarakat (Pasal 51 Ayat 2).
  8. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengankewenangannya dapat melakukan atau memerintahkan: (a) Eradikasi Tanaman dan/atau benda lain; atau (b) depopulasi hewan yang menyebabkan tersebarnyapenyakit hewan (Pasal 52 Ayat 1). 
  9. Dalam hal Organisme Pengganggu Tumbuhan atau penyakit hewan dianggap sangat berbahaya dan mengancam keselamatan Tanaman dan hewan secara meluas, dilakukan Eradikasi atau depopulasi (Pasal 52 Ayat 2).
  10. Pemilik Tanaman dan hewan yang Tanaman, hewan,dan/atau benda lainnya tidak terserang OrganismePengganggu Tumbuhan dan penyakit hewan tetapi harusdimusnahkan dalam rangka Eradikasi atau depopulasi diberikompensasi (Pasal 53). 
  11. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelindungan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 53 diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 54).

Berkaitan dengan ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan tanaman, UU No. 22 Tahun 2019 menetapkan bahwa:

  1. Perlindungan tanaman termasuk dalam perlindungan pertanian yang dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu, sehingga pengendalian hama terpadu yang semula ditetapkan hanya sebagai sistem perlindungan tanaman kini juga ditetapkan sebagai sistem perlindungan hewan;
  2. Perlindungan tanaman sebagai bagian dari perlindungan pertanian terdiri atas tiga kegiatan, yaitu: (a) pencegahan organisme penyakit tumbuhan masuk dari luar negeri dan menyebar di dalam negeri, (b) pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, dan (c) penanganan dampak perubahan iklim. Pada UU No. 12 Tahun 1992, butir (c) adalah eradikasi organisme pengganggu tumbuhan, yang pada UU yang baru diubah menjadi tindakan perlindungan pertanian. Dengan perubahan ini, perlindungan tanaman tidak lagi hanya merupakan perlindungan terhadap gangguan yang bersifat biotik (disebabkan oleh organisme), melainkan juga terhadap gangguan abiotik (disebabkan oleh non-organisme seperti halnya perubahan iklim);
  3. Perlindungan tanaman sebagai bagian dari perlindungan pertanian merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, petani, pelaku usaha, dan masyarakat, dengan ketentuan lebih lanjut bahwa pemilik tanaman wajib melaporkan dan pemerintah bertanggung jawab melakukan penanggulangan hanya jika terjadi eksplosi organisme pengganggu tumbuhan atau masuk organisme pengganggu tumbuhan baru dan melakukan eradikasi terhadap organisme pengganggu tumbuhan sangat berbahaya dengan kewajiban memberikan kompensasi kepada pemilik tanaman. Ketentuan ini menyatakan bahwa tata kelola perlindungan tanaman perlu dilakukan dengan menggunakan model tata kelola kolaboratif;

UU No. 22 Tahun 2019 menetapkan dua ketentuan mengenai peraturan pelaksanaan perlindungan pertanian:

  1. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sarana, prasarana, dan/atau cara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 50 Ayat 2).
  2. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelindungan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 sampai dengan Pasal 53 diatur dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 54).

Namun sebelum kedua ketentuan mengenai peraturan pelaksanaan tersebut ditindaklanjuti, UU tersebut telah diubah melalui penetapan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 


UU No. 21 Tahun 2019
UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantima Hewan, Ikan dan Tumbuhan mencabut UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan mengubah, sebagaimana ditetapkan pada Pasal 1 butir 1:
  1. Tidak lagi membedakan pengertian karantina sebagai tempat pengasingan dari pengertian karantina hewan, ikan dan tumbuhan sebagai tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina (HPHK), hama dan penyakit ikan karantina (HPIK), atau organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia;
  2. Karantina hewan, ikan dan tumbuhan tidak lagi dipahami hanya merupakan tindakan sebagai upaya, melainkan sebagai sistem pencegahan dan pengawasan (inspection);
  3. Objek karantina tidak lagi hanya HPHK, HPIK, atau OPTK, melainkan juga keamanan pangan dan mutu pangan, keamanan pakan dan mutu pakan, produk rekayasa genetik, sumber daya genetik, agensia hayati, jenis asing invasif, tumbuhan dan satwa liar, serta tumbuhan dan satwa langka yang dibawa masuk dari luar negeri, dipindahkan di dalam negeri, atau dibawa keluar ke negara lain;
  4. HPHK, HPIK, dan OPTK tidak lagi sekedar ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam, tersebarnya di dalam, dan keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia, melainkan ditetapkan pemerintah dengan mempertimbangkan risiko mewabah dan menimbulkan kerugian sosial-ekonomis atau yang berisiko dapat membahayakan kesehatan masyarakat, baik yang belum maupun yang sudah terdapat dalam wilayah negara Republik Indonesia;
  5. Kekarantinaan masih memisahkan antara karantina hewan, ikan dan tumbuhan dan karantina kesehatan yang diatur dengan UU tersendiri, yaitu UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

Dalam UU No. 21 Tahun 2019 diperkenalkan beberapa istilah penting yang perlu terlebih dahulu dipahami sebelum membaca pasal-pasal undang-undang tersebut sebagai berikut:

  1. Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, yang selanjutnya disebut Karantina, adalah sistem pencegahan masuk, keluar dan tersebarnya hama dan penyakit hewan Karantina, hama dan penyakit ikan Karantina, dan organisme pengganggu tumbuhan Karantina; serta pengawasan dan/atau pengendalian terhadap keamanan pangan dan mutu pangan, keamanan pakan dan mutu pakan, produk
    Rekayasa Genetik, Sumber Daya Genetik, Agensia Hayati, Jenis Asing Invasif, Tumbuhan dan Satwa Liar, serta T\rmbuhan dan Satwa Langka yang dimasukkan ke dalam, tersebarnya dari suatu Area ke Area lain, dan/atau dikeluarkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, yang selanjutnya disingkat OPTK, adalah organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan atau menyebabkan kematian tumbuhan, menimbulkan kerugian sosioekonomi serta belum terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau sudah terdapat di sebagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat untuk dicegah masuknya ke dalam dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
    Indonesia.
  3. Media Pembawa HPHK, HPIK, atau OPIK, yang selanjutnya disebut Media Pembawa, adalah hewan, produk hewan, ikan, produk ikan, tumbuhan, produk tumbuhan, pangan, pakan, produk rekayasa genetik, sumber daya genetik, agensia hayati, jenis asing invasif, tumbuhan dan satwa liar, tumbuhan dan satwa langka, dan/atau media pembawa lain yang dapat membawa HPHK, HPIK, atau OPTK.

Jika dalam UU No. 22 Tahun 2019 dikenal istilah kegiatan perlindungan pertanian, dalam UU No. 21 Tahun 2019 dikenal istilah tindakan karantina yang terdiri atas:

  1. Pemeriksaan, mencakup: (a) pemeriksaan administratif dan kesesuaian dokumen; dan(b) pemeriksaan kesehatan, uji keamanan pangan, uji keamanan pakan, uji mutu pangan, dan/atau uji mutu pakan.
  2. Pengasingan, dilakukan untuk memberikan waktu, sarana, atau kondisi khusus kepada HPHK, HPIK, atau OPTK tertentu untuk dapat diamati;
  3. Pengamatan, dilakukan untuk mendeteksi HPHK, HPIK, atau OPTK selama dalam tindakan pengasingan;
  4. Perlakuan, dilakukan untuk membebaskan atau menyucihamakan Media Pembawa atau tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif, dan/atau promotif.
  5. Penahanan: dilakukan untuk mengamankan media pembawa di bawah pengawasan pejabat karantina
  6. Penolakan, dilakukan untuk menghindari terjadinya penyebaran HPHK, HPIK, atau OPTK serta menghindari gangguan kesehatan manusia dan kerusakan sumber daya alam hayati.
  7. Pemusnahan, dilakukan dengan cara membakar, menghancurkan, mengubur, dan/atau cara pemusnahan lain yang sesuai, sehingga media pembawa tidak mungkin lagi menjadi sumber penyebaran hama dan penyakit serta tidak mengganggu kesehatan manusia dan tidak menimbulkan kerusakan sumber daya alam hayati.
  8. Pembebasan, dilakukan dengan menerbitkan: (a) sertifikat pelepasan untuk pemasukan; atau (b) sertifikat kesehatan atau sertifikat sanitasi untuk pengeluaran.

Tindakan karantina sebagaima disebutkan di atas dilaksanakan oleh petugas karantina melalui urutan langkah dengan kodisi jika-maka, misalnya jika memenuhi syarat administrasi maka selanjutnya dilanjutkan dengan tindakan karantina berikutnya. Pelaksanaan tindakan karantima tersebut diuraikan dalam Pasal 37 sampai Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2019.

Konsekuensi Perubahan
Sebagaimana diatur pada Pasal 129 UU No. 22 Tahun 2019 dan Pasal 94 Ayat 1 UU No. 21 Tahun 2019, pada saat kedua UU tersebut mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU yang digantikan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU yang baru. Berdasarkan pada penetapan ini maka PP yang merupakan peraturan pelaksanaan UU No. 12 Tahun 1992 dan UU No. 16 Tahun 1992 masih tetap berlaku sampai ditetapkan peraturan pelaksanaan yang baru:
  1. Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman
  2. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan

Peraturan pelaksanaan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan perlindungan tanaman, antara lain misalnya PP No. 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida dan peraturan turunan selanjutnya seperti misalnya: Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pestisida, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 107/Permentan/SR.140/9/2014 tentang Pengawasan Pestisida, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 887/KPTS/OT.210/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan, menjadi tidak jelas statusnya. Demikian juga misalnya Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian Nomor: (881/MENKES/SKB/VIII/1996)/(711/Kpts/TP.270/8/1996) tentang Batas Maksimum Residu Pestisida pada Hasil Pertanian yang pada dasarnya merupakan  penjabaran Codex Maximum Residue Limits for Pesticides and Extraneous Maximum Residue Limits sebagai penjabaran terhadap ketentuan internasional mengenai Codex Alimentarius. Namun sebagaimana peraturan perundang-undangan lainnya, selama tidak ada peraturan lain yang mencabut maka peraturan perundang-undangan tersebut tetap berlaku.

Penetapan UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan dan UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan mengubah beberapa hal yang berkaitan dengan perlindungan tanaman, tetapi perubahan yang dilakukan tidak terlalu mendasar dalam kaitan dengan tata kelola perlindungan tanaman karena:
  1. Perlindungan masih bersifat sektoral karena karantina hewan, ikan dan tumbuhan diatur terpisah dari kekarantinaan kesehatan (UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan);
  2. Karantina sebagai perangkat pemerintahan masih merupakan bagian dari Kementerian Pertanian dan masih bernama Badan Karantina Pertanian, meskipun objeknya sudah mencakup objek di luar pertanian;

Selain itu, penetapan pengendalian hama terpadu sebagai sistem perlindungan tanaman dan penetapan pencegahan organisme pengganggu tumbuhan masuk, menyebar, dan keluar dari wilayah negara Republik Indonesia sebagai kegiatan perlindungan pertanian masih tetap belum disertai dengan penjelasan mengenai bagaimana pengendalian hama terpadu sebagai sistem perlindungan pertanian diterapkan dalam pelaksanaan tindakan karantina. Bukan hanya itu, UU yang baru bahkan tidak menyertakan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan sistem perlindungan tanaman dan pengendalian hama terpadu sebagai sistem perlindungan tanaman. Penjelasan Pasal 48 UU No. 22 Tahun 2019 menyatakan cukup jelas.

Konvensi Perlindungan Tumbuhan Internasional
Secara international, perlindungan tanaman diatur melalui Konvensi Perlindungan Tumbuhan Internasional (International Plant Protection Convention, silahkan unduh teks konvensi 1997 dalam Bahasa Inggris). Konvensi internasional tersebut terdiri atas pasal-pasal mengenai tujuan dan tanggung, jawab, penggunaan istilah, hubungan dengan perjanjian internasional lainnya, ketentuan umum mengenai kelembagaan perlindungan tanaman nasional, sertifikasi fitosanitari, OPT yang diatur perundang-undangan, persyaratan impor, kerja sama internasional, kelembagaan perlindungan tanaman regional, standar, komisi tindakan fitosanitari, sekretariat, penyketentuan tambahan, ratifikasi dan kepatuhan, para pihak yang tidak menandatangani, bahasa, perubahan, penetapan, dan pengaduan. Beberapa istilah penting yang perlu dipahami mengenai isi konvensi internasional tersebut adalah sebagai berikut:
  1. Tumbuhan (plants): tumbuhan hidup dan bagian-bagiannya, termasuk benih dan plasma nutfah;  
  2. Produk tumbuhan (plant  products): bahan belum terolah asal tumbuhan (termasuk aneka biji) dan bahan hasil olahan yang, karena sifat dan kondisi pengolahannya, dapat menimbulkan risiko introduksi dan penyebaran OPT;  
  3. Barang diatur (regulated  article): tumbuhan, produk tumbuhan, tempat penyimpanan, pengepakan, kendaraan, kontainer, tanah dan organisme organisme lainnya, objek atau bahan yang dapat menjadi perlindungan dan penyebaran OPT, yang wajib mendapat tindakan fitosanitari, terutama bila berkaitan dengan perdagangan internasional; 
  4. Organisme Pengganggu Tumbuhan (pest): spesies, strain atau biotipe tumbuhan, hewan, atau agen patogenik yang dapat menimbulkan kerusakan terhadap tumbuhan atau produk tumbuhan;  
  5. Area terancam bahaya (endangered  area): area di mana faktor ekologis mendukung perkembangan jenis OPT tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomis yang besar; economically important loss;
  6. Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (quarantine pests): jenis OPT yang berpotensi ekonomis penting terhadap area terancam bahaya dan belum terdapat di area tersebut atau sudah terdapat tetapi belum tersebar luas dan tidak dikendalikan secara resmi;
  7. Organisme Pengganggu Tumbuhan yang diatur perundang-undangan (regulated pest): Organisme Pengganggu Tumbuhan karantina dan OPT lain bukan OPT karantina tetapi diatur melalui perundang-undangan;
  8. Oprganisme Pengganggu Tumbuhan bukan OPT karantina yang diatur perundang-undangan (regulated non-quarantine pest): OPT bukan OPT karantina yang keberadaannya pada tumbuhan untuk bahan tanam berpengaruh terhadap tujuan penggunaan tumbuhan bahan tanam tersebut dengan menimbulkan dampak ekonomis yang tidak dapat diterima sehingga dengan demikian perlu diatur dalam wilayah pihak pengimpor;
  9. Analisis risiko OPT (pest risk analysis): proses yang dilakukan untuk mengevaluasi bukti-bukti hayati dan bukti-bukti ilmiah dan ekonomis yang dapat digunakan guna menentukan apakah OPTR tertentu perlu diatur dengan peraturan perundang-undangan dan ditentukan keketatan tindakan fitosanitari yang perlu dikenakan terhadapnya; 
  10. Introduksi (introduction): masuknya OPT sehingga dapat mengalami pemapanan;
  11. Pemapanan (establishment): perkembangbiakan OPT secara berulang untuk waktu ke depan yang tidak dapat ditentukan di suatu wilayah setelah introduksi;
  12. Area dengan prevalensi OPT rendah (area of low pest prevalence): area tertentu, baik mencakup satu negara secara keseluruhan, atau beberapa atau bagian dari beberapa negara, sebagaimana ditentukan oleh lembaga yang berwenang, di mana OPT jenis tertentu terdapat dalam taraf yang rendah dan mendapat surveilans, tindakan pengendalian atau eradikasi yang efektif;
  13. Tindakan fitosanitari (phytosanitary  measures): segala peraturan perundang-undangan atau prosedur resmi yang bertujuan untuk mencegah OPT masuk dan/atau menyebar;
  14. Tindakan fitosanitari terharmonisasi (harmonized  phytosanitary  measures): tindakan fitosanitari yang ditetapkan berdasarkan standar internasional;
  15. Standar internasional (international   standards): standar yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan Pasal  X, alinea 1 dan 2, Konvensi Perlindungan Tumbuhan Internasional.

Silahkan bandingkan ketentuan mengenai peristilahan tersebut dengan ketentuan mengenai peristilahan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai perlindungan tanaman di Indonesia.

2.3.1b. Membaca Pustaka Wajib
Silahkan mengklik setiap tautan yang diberikan pada materi kuliah ini dan mengunduh pustaka yang disediakan dari halaman Pustaka KPT dan membaca judul bab atau sub-bab yang berkaitan dengan materi kuliah ini.

2.3.2. PENUNTASAN MATERI KULIAH
2.3.2a. Mengerjakan Latihan Pembelajaran Kasus
Untuk mendalami permasalahan kebijakan perlindungan tanaman, setiap mahasiswa wajib mengunjungi dan mempelajari situs Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Hortikultura, Direktorat Perlindungan Perkebunan, dan Badan Karantina Pertanian. Pada setiap situs, lakukan navigasi untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan nasional perlindungan tanaman atau kebijakan nasional karantina dan kemudian silahkan catat informasi mengenai hal-hal berikut ini:
  1. Mencari dan mengunduh file PDF UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian dan file PDF UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan di keempat situs terkait perlindungan tanaman dan menentukan situs mana yang tidak memuat kedua peraturan perundang-undangan tersebut;
  2. Mencari dan mengunduh file PDF UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan file PDF UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantima Hewan, Ikan dan Tumbuhan  di keempat situs terkait perlindungan tanaman dan menentukan situs mana yang tidak memuat kedua peraturan perundang-undangan tersebut;
  3. Menjelaskan apakah situs yang tidak mencantumkan file kedua peraturan perundang-undangan merupakan situs menunjukkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam kaitan dengan kebijakan perlindungan tanaman;
  4. Membandingkan UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Pertanian dan UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan dan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman untuk membuat daftar (klik untuk mengunduh file, simpan dengan menganti bagian nama mahasiswa dalam nama file dengan nama masing-masing) yang menunjukkan perbedaan kedua peraturan perundang-undangan tersebut dalam kaitan dengan perlindungan tanaman dan memberikan komentar mengenai perbedaan tersebut, apakah menjadi lebih jelas atau sebaliknya;
  5. Membandingkan UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantima Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2002 tentang Karantina Tumbuhan untuk membuat daftar (klik untuk mengunduh file, simpan dengan menganti bagian nama mahasiswa dalam nama file dengan nama masing-masing) yang menunjukkan perbedaan kedua peraturan perundang-undangan tersebut dalam kaitan dengan pelaksanaan karantina tumbuhan;
Catat hasil penelusuran untuk disampaikan sebagai bagian dari Laporan Melaksanakan Perkuliahan Daring materi kuliah ini.

2.3.2b. Menyampaikan dan Menanggapi Komentar dan/atau Pertanyaan
Setelah membaca materi kuliah ini, silahkan menyampaikan komentar dan/atau pertanyaan mengenai hal-hal berkaitan langsung dengan materi kuliah ini di dalam kotak komentar yang terletak di sebelah bawah materi kuliah ini. Sampaikan komentar dan/atau pertanyaan mengenai hal-hal yang belum diuraikan secara jelas, bukan hal-hal yang yang sudah diuraikan dalam materi atau tidak berkaitan langsung dengan materi atau yang sudah disampaikan oleh mahasiswa lain. Silahkan juga menanggapi pertanyaan atau komentar yang disampaikan oleh mahasiswa lain terhadap materi kuliah ini. Komentar dan/atau pertanyaan serta tanggapan terhadap komentar dan/atau pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa lain harus sudah masuk selambat-lambatnya sampai pada Kamis, 10 Maret 2022 pukul 24.00 WITA. Salin komentar dan/atau pertanyaan mengenai materi kuliah serta tanggapan terhadap komentar dan/atau pertanyaan yang disampaikan oleh mahasiswa lain lalu tempel dalam Laporan Melaksanakan Kuliah. Setiap mahasiswa juga dapat diminta untuk menyampaikan laporan pembagian blog dan materi kuliah pada saat melaksanakan ujian tengah semester.

2.3.2c. Membagikan Blog Mata Kuliah dan Materi Kuliah
Untuk memanfaatkan media sosial dalam pembelajaran, silahkan membagikan membagikan blog mata kuliah dengan mengklik pilihan tombol media sosial untuk membagikan blog secara keseluruhan dan membagikan setiap materi kuliah dengan mengklik tombol pilihan media sosial yang disediakan pada setiap materi kuliah selambat-lambatnya sampai pada Kamis, 10 Maret 2022 pukul 24.00 WITACatat tautan (link) pembagian blog dan pembagian materi kuliah melalui media sosiadiminta untukwajib menyampaikan laporan pembagian blog dan materi kuliah pada saat melaksanakan ujian tengah semester.

2.3.2d. Menandatangani Daftar Hadir dan Menyampaikan Laporan Melaksanakan Perkuliahan Daring
Untuk membuktikan telah melaksanakan perkuliahan daring materi kuliah ini, silahkan mengisi dan memasukkan:
  1. Menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Sabtu, 5 Maret 2022 pukul 24.00 WITA dan setelah menandatangani silahkan periksa hasil penandatanganan daftar hadir;
  2. Menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah selambat-lambatnya pada Kamis, 10 Maret 2022 pukul 24.00 WITA dan setelah memasukkan silahkan periksa hasil pemasukan laporan.
Mahasiswa yang tidak mengisi dan menandatangani Daftar Hadir Melaksanakan Kuliah dan tidak menyampaikan Laporan Melaksanakan Kuliah akan ditetapkan sebagai tidak melaksanakan kuliah.

***********
Hak cipta blog pada: I Wayan Mudita
Diterbitkan pertama kali pada 23 September 2018, diperbarui pada 25 Agustus 2020

Creative Commons License
Hak cipta selurun tulisan pada blog ini dilindungi berdasarkan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 3.0 Unported License. Silahkan mengutip tulisan dengan merujuk sesuai dengan ketentuan perujukan akademik.

65 komentar:

  1. terimakasih pak, saya sedikit mau bertanya mengenai bagaimana cara antisipasi yang dapat kita lakukan dalam menghadapi dampak perubahan iklim dalam kegiatan perlindungan tanaman? Terimakasih pak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ok menurut saya petani kita bisa melakukan dari segi pengalaman, misalkan sudah tau menanam pada bulan ke sekian yang merupakan musim penghujan. atau pada saat musim kering biasanya mereka mempersiapkan lahan atau menampung air misalkan. atau untuk petani yang "milenial" bisa mengecek perubahan cuaca dan iklim melalui aplikasi cuaca, sehingga bisa memprediksi hama apa yang akan tumbuh dan dampak buruk lainnya. terima kasih

      Hapus
    2. menurut saya berdasarkan pengalaman para petani dilihat dari perubahan iklim yang ad diwilayah tersebut dengan membudidayakan para petani Budidaya tanaman pada suatu tempat dan pada suatu waktu disebut dengan pola tanam. Keberadaan pola tanam dipengaruhi aspek fisik dan aspek nonfisik. Aspek fisik meliputi sumber daya lahan, radiasi matahari, curah hujan, suhu dan kelembapan.

      Hapus
    3. Baik kalau menurut saya
      Cara kita dalam mengatasi dampak perubahan iklim terhadap kegiatan perlindungan tanaman
      Menurut saya sebelum terjadi perubahan iklim makan petani sudah melewati tahap perlindungan tanaman baik secara fisik, kimia dan biologi
      Selain itu petanijuga bisa memilih varietas tanaman yang tahan akan perubahan iklim
      Sekian dari saya terima kasih

      Hapus
  2. Sya ingin bertnya pak bagaimana pengendalian hama yg tepat utk perlindungan tanaman pak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan pengendalian secara biologi, pengendalian kimia(dengan menggunakan herbisida), pengendalian hayati, pengendaliandengan peraturan perlintan dan karantina dan pengendalian dengan mengganggu perilaku hama. Terima kasih

      Hapus
    2. pengendalian hama yang tepat untuk perlindungan tanaman yaitu dengan pengendalian mekanik dimana pengendalian ini dilakukan dengan menghilangkan atau mematikan hama tersebut, varietas tahan yaitu dengan melakukan tata cara budidaya bibit atau benih, pengendalian secara fisik yaitu dengan merendam benih dalam air panas dengan suhu tertentu, pengendalian kultur teknis dilakukan dengan merancang sistem budidaya tanaman, pengendalian alami yaitu menggunakan sistem rotasi tanaman, dan pengendalian dengan pestisida tetapi dengan takaran dan rekomendasi yang ada. terima kasih

      Hapus
    3. Baik saya akan menjawab yaitu Pengendalian hama dan penyakit tanaman pada prosesnya bukan seperti halnya pemadam kebakaran, artinya jika api sudah besar lalu baru dipadamkan. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dimulai dari perencanaan.
      Departemen Proteksi Tanaman (PTN) saat ini dan dalam perkembangan 20 tahun kedepan sudah banyak menemukan berbagai hama dan penyakit tanaman baru. Di PTN sendiri paling tidak ditemukan sekitar 19 hama dan penyakit. Hampir 90% penemuan hama dan penyakit banyak ditemukan peneliti (IPB) Institut Pertanian Bogor khususnya di PTN, hama dan penyakit tersebut ditemukan pada tanaman pertanian dan perkebunan.

      Hapus
  3. Saya ingin bertanya padahlan sudah ada UU tentang sarana dan prasarana pertanian tapi seperti kita ketahui petani kita ini msih sangat dibatasi dengan sarana pertanian seperti penggunaan pupuk,kurangnya alat teknologi pertanian dan masih lemahnya pengetahuan dalam menggunakan alat pertanian. Nah bagaimana cara yang tepat dalam menyikapai hal tersebut.
    Terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya, pemerintah harus lebih memberikan pendekatan dengan petani misalkan penyuluhan/edukasi pertanian. Khususnya petani tradisional lebih mengandalkan pengalaman atau kebiasaan dalam bertani. Tidak sekedar memberikan edukasi atau penyuluhan mengenai sarana dan prasarana pertanian, tindakan turun langsung/terlibat langsung dalam lapangan juga sangat perlu diterapkan.

      Hapus
  4. Saya Lukosius Soni Hayon ingin bertanya tindakan eradikasi berupa pemusnahan organisme pengganggu tanaman yang dilakukan oleh petani sering kali berdampak buruk terhadap tanaman itu sendiri. Kira-kira langkah apa yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut?
    Terimakasih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik, saya akan menjawab pertanyaan dari teman soni. jadi, menurut saya langkah awal yang harus dilakukan oleh para petani dalam tindakan pemusnaan OPT yang berdampak buruk adalah: apabila saat melakukan tindakan pemusnaan OPT dan terlihat bahwa hasilnya buruk maka petani sebaiknya menhentikan kegiatan tersebut karena, mungkin saja tindakan yang dilakukan terlalu berbahaya bagi tanaman. Setelah dihentikan petani memperhatikan lagi perkembangan tanaman tersebut apabila masih saja terdapat OPT makan petani bisa melakukan pemusnaan OPT tetapi secara hati-hati sehingga tidak berdampal buruk terhadap tanaman yang ada.

      Hapus
    2. menurut saya pengaruh dampaknya dari eradikasi terhadap tanaman yang dimana kita ketahui bahwa erdikasi adalah pembasmian total bagian tanaman yang sampai keakar yang terserang penyakit atau seluruh inang untuk membasmi sumua penyakit
      pengaruh dampah eradikasi terhadap tanaman karna di pengaruh pengguanan pestisada yang berlebihan sehingga terjadi terhadap dampak pada tanaman.

      Hapus
  5. Bagaimana proses penyelesaian sengketa yang menyangkut hak perlindungan Varietas Tanaman?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penyelesaian sengketa dibidang periindungan varietas tanamarf diadakan di Pengadilan Negeri Jakarta. Di dalam Undang-undang PVT No. 29 Tahun 2000 tidak ada pasalpun yang mengatur ketentuan tentang penyelesaian sengketa di luar pengadilan Alternative Dispute Relation (ADR) demikian juga tentang larangan penyelesaian melalui ADR. Sehingga penyelesaian dengan ADR masih relevan dilakukan terhadap sengekta dibidang Periindungan Varietas Tanaman. Untuk itu diminta kepada Kantor PVT agar mensosiaiisasikan PVT tersebut kepada masyarakat karena masyarakat kurang memahami hak atas Periindungan Varietas Tanaman tersebut. Diharapkan juga agar penegak hukum lebih arif dan bijaksana melindungi pemulia tanpa mengesampingkan nasib para petani serta melihat nilai-nilai yang ada di masyarakat Diharapkan juga kesadaran masyarakat akan menghargai penghargaan atas kekayaan intelektual yang melekat pada varietas tanaman.

      Hapus
  6. Setiap Orang yang memiliki atau menguasai Tanaman atau hewan harus melaporkan adanya serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan dan penyakit hewan kepada pejabat yang berwenang dan yang bersangkutan harus mengendalikannya (Pasal 51 Ayat 1). Yang ingin saya tanyakan yaitu bagaimanakah tindaklanjut pemetintah atau lembaga yang berwenang terhadap permasalahan diatas dalam mengendalikannya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Baik saya Lukosius SoniHayon akan menjawab pertanyaan dari teman Beatrix.
      Menurut saya untuk menanggapi laporan tersebut, pemerintah dalam hal ini kementrian pertanian harus merespon cepat laporan tersebut dengan melakukan langkah-langkah pengendalian dan segera menginstruksikan kepada jajaranya untuk segera melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan di tingkat lapangan,guna membantu petani yang terdampak serangan OPT dan penyakit hewan tersebut.

      Hapus
  7. Dalam penyebaran HPHK, HPIK, atau OPTK serta dapat menghindari gangguan kesehatan manusia dan kerusakan sumber daya alam hayati. Dalam hal ini, apakah ada dampak lain yang akan ditimbulkan ? Dan bagaimana pemerintah dapat mengatasi hal ini?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalawa menurut saya
      Dampak lain yang ditimbulkan adalah berkurangnya produksi hasil pertanian bagi petani sehingga terjadi proses penurunan secara ekonomis.
      Pemerintah dapat mengatasinya dengan berbagai UU yang di tetapkan yaitu:
      UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantima Hewan, Ikan dan Tumbuhan mencabut UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan dan mengubah, sebagaimana ditetapkan pada Pasal 1 butir 1:
      Tidak lagi membedakan pengertian karantina sebagai tempat pengasingan dari pengertian karantina hewan, ikan dan tumbuhan sebagai tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina (HPHK), hama dan penyakit ikan karantina (HPIK), atau organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK) dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia;
      Karantina hewan, ikan dan tumbuhan tidak lagi dipahami hanya merupakan tindakan sebagai upaya, melainkan sebagai sistem pencegahan dan pengawasan (inspection);
      Objek karantina tidak lagi hanya HPHK, HPIK, atau OPTK, melainkan juga keamanan pangan dan mutu pangan, keamanan pakan dan mutu pakan, produk rekayasa genetik, sumber daya genetik, agensia hayati, jenis asing invasif, tumbuhan dan satwa liar, serta tumbuhan dan satwa langka yang dibawa masuk dari luar negeri, dipindahkan di dalam negeri, atau dibawa keluar ke negara lain;
      HPHK, HPIK, dan OPTK tidak lagi sekedar ditetapkan Pemerintah untuk dicegah masuknya ke dalam, tersebarnya di dalam, dan keluarnya dari wilayah negara Republik Indonesia, melainkan ditetapkan pemerintah dengan mempertimbangkan risiko mewabah dan menimbulkan kerugian sosial-ekonomis atau yang berisiko dapat membahayakan kesehatan masyarakat, baik yang belum maupun yang sudah terdapat dalam wilayah negara Republik Indonesia;
      Kekarantinaan masih memisahkan antara karantina hewan, ikan dan tumbuhan dan karantina kesehatan yang diatur dengan UU tersendiri, yaitu UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan

      Hapus
  8. Bagaimana pengendalian hama terpadu sebagai sistem perlindungan pertanian diterapkan dalam pelaksanaan tindakan karantina?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salah satu perlindungan tanaman adalah karantina, karantina dilakukan pemerintah dan sesuai dengan peraturan pemerintah yaitu melakukan karantina terhadap tumbuhan yang dibawa dari luar negeri

      Hapus
  9. Mengapa perlu dilakukan eradika pada area dengan prevelensi OPT rendah, sementara di area terancam bahaya tidak dilakukan eradikasi?

    BalasHapus
    Balasan
    1. ok eradikasi di lakukan di daerah OPT rendah karena populasinya OPT masih sedikit, tapi kembali ke awal eradikasi merupakan pemusnahan makluk hidup. nah jika eradikasi dilakukan pada daerah terancam bahaya maka bisa saja ekosistem tidak dapat berjalan dengan baik dengan ditandainya matinya musuh alami OPT, yang mengakibatkan OPT tersebut meledak

      Hapus
  10. Apakah ada dampak dengan dilakukannya eradikasi ? Atau memang betul-betul bahwa eradikasi ini dia dapat memusanahkan Organisme Penganggu pada Tanaman tanpa memiliki dampak yang mengakibatkan sesuatu yang dapat merusak

    BalasHapus
    Balasan
    1. yah pasti memiliki dampak, yakni ekosistem terganggu karena musuh alami bisa saja ikut mati saat melakukan eradikasi sehingga OPT tersebut bisa saja populasinya meledak yang tentunya membawa dampak negatif bagi para petani

      Hapus
  11. Langkah - langkah untuk mengatasi tindakan eradikasi yang sering kali berdampak buruk bagi tanaman itu sendiri ?
    Dan Bagaimana cara antisipasi petani dalam menghadapi dampak perubahan iklim ?

    BalasHapus
  12. Tindakan apa yang di lakukan eradikasi untuk pemusnahan terhadap tanaman , OPT dan benda lain yang menyebabkan tersebarnya OPT ?

    BalasHapus
  13. baik disini saya mau bertanya mengenai perlindungan tanaman yang dimana perlindungan tanaman ini dengan menggunakan bahan kimia, tapi keyataannya bahawa penggunaan bahan kimia ini juga akan membawa dampak negatif dan lingkuangan dan keanekaragaman hayati, selain itu juga tumbuhnya hama baru
    Mengapa demikian?
    Terima kasih

    BalasHapus
  14. saya ingin bertanya mengenai cara kita mengatasi dan mencegah masuknya OPT dari negara lain?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cara kita mengatasi dan mencegah masuknya OPT dari negara lain Yaitu tentu dengan melakukan kegiatan Karantina serta dengan lebih memperbaiki sistem tata kelola kebijakan perlindungan tanaman di indonesia, sehingga dengan begitu OPT yang berasal dari negara lain bisa lebih ketat pemeriksaannya jika masuk ke dalam negara republik indonesia

      Hapus
    2. Baik saya ingin menjawab pertanyaan dari saudara terkait cara mengatasi dan mencegah masuknya OPT dari negara lain.
      Sejauh ini, cara yang tepat untuk dilakukan adalah dengan melaksanakan tindakan karantina. Tindakan karantina bertugas untuk membentengi suatu wilayah dari masuknya OPT dengan berbagai peraturan dan ketentuan non tarif yang berdasarkan pada bukti ilmiah. Tugas dasar darai karantina ini sendiri adalah mengidentifikasi OPT dan memprediksi risiko yang diakibatkannya, hasil identifikasi OPT dan perkiraan risikonya tersebut dijadikan dasar untuk mencegah masuknya OPT dari luar. Dan perlu diketahui, bahwa dalam pelaksanaan karantina bukan karena tekanan politik dan atau tujuan ekonomi suatu wilayah tetapi berdasr pada bukti ilmiah secara biologis "biological evidence".

      Terima kasih.

      Hapus
  15. Pelindungan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dilaksanakan melalui kegiatan: (a) pencegahan masuknya Organisme Penggangggu Tumbuhan dan penyakit hewan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia serta tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan dan penyakit hewan; dan (c) penanganan dampak perubahan iklim (Pasal 49). Pertanyaan saya bagaiamana cara pemerintah untuk mencegah masuknya OPT sesuai dengan yang telah diatur dalam UU yang sudah dibuat? dan apa yang harus dilakukan petani menurut UU tersebut? dan bagaimanakah cara petani menangani kasus seperti itu bila masuknya OPT dan perkembangannya didukung oleh iklim yang tidak menentu?

    BalasHapus
  16. Pelindungan Pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dilaksanakan melalui kegiatan: (a) pencegahan masuknya Organisme Penggangggu Tumbuhan dan penyakit hewan dari luar negeri ke dalam wilayah negara Republik Indonesia serta tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan dan penyakit hewan; dan (c) penanganan dampak perubahan iklim (Pasal 49). yang menjadi mpertanuaan saya apa saja tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah masuknya OPT ke wilayah RI ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya akan coba menjawab.
      Tindakan yang dilakukan pemerintah dalam mencegah masuknya OPT ke wilayah Indonesia adalah dengan melakukan karantina terhadap hewan,tumbuhan yang datang dari luar wilayah negara Indonesia, sebagaimana yang telah diatur di dalam peraturan Undang-undang tentang kekerantinaan.
      Terima kasih

      Hapus
  17. Mengapa dampak perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap kegiatan perlindungan tanaman?

    BalasHapus
    Balasan
    1. karena sektor pertanian bertumpu pada siklus air dan cuaca untuk menjaga produktivitasnya. Maka apabila iklim berubah maka sangat berpengaruh terhadap tanaman, misalkan iklim tersebut tidak cocok untuk proses pertumbuhan dan perkembangan dari suatu tanaman maka tanaman tersebut bisa saja mati.

      Hapus
    2. Baik terima kasih atas pertanyaannya.
      Disini saya akan menjawab pertanyaan dari saudari angela purnawati.
      Yang dimana suatu kegiatan perlindungan tanaman sangatlah erat kaitannya dengan iklim atau cuaca karena dengan keadaan iklim atau cuaca yang membaik dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan dari suatu komoditas tanaman.
      Ketika ada perubahan dari iklim atau cuaca tersebut kepada tanaman komoditas yang diusahakan akan terdampak buruk bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

      Hapus
    3. baik saya akan menjawab pertanyaan dari @Angela Purnawati dampak iklim sangat berpengaruh dengan kegiatan perlindungan tanaman karena jika Terjadinya perubahan iklim, akan berpengaruh pada perencanaan aktivitas kegiatan pertanian, sehingga jadwal tanam akan terganggu yang mengakibatkan menurunnya angka produksi dan bahkan kegagalan panen. Kemudian munculnya sumber penyakit-penyakit baru pada tanaman, angin kencang dan badai yang merusak tanaman. Terimakasih

      Hapus
  18. peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan tanaman telah mengalami perubahan. UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman telah dicabut dan digantikan dengan UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan juga telah dicabut dan digantikan dengan UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. UU No. 22 Tahun 2019 telah diubah lebih lanjut melalui UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sedangkan UU No. 21 Tahun 2019 tidak diubah. Berkaitan dengan perubahan UU tersebut, UU yang baru menyatakan bahwa peraturan pelaksanaan UU yang dicabut masih tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan ketentuan UU yang baru. Materi kuliah ini menguraikan kenentuan mengenai perlindungan tanaman berdasarkan pada ketentuan UU yang baru dan peraturan pelaksanaan UU yang telah dicabut. Pertanyaannya saya apakah UU yang diubah tidak lengkap dengan penjelasan mengenai perlindunhan tanaman sehingga UU tersebut terjadi perubahan..?

    BalasHapus
  19. baik pak dalam dunia internasional tentunya kebijakan lebih ketat dibanding Indonesia. contoh di Australia sangat selektif dalam menerima produk asing karena dikhawatirkan karena ada OPT yang akan menyerang negara mereka. di Indonesia sendiri kadang karena faktor kecerobohan, banyak OPT yang masuk seperti Ulat Grayak Amerika yang sudah masuk ke NTT. kira- kira kebijakan apa yang harus dilakukan pemerintah kita supaya sistem perlindungan tanaman kita bisa maju seperti negara lain terutama dari segi UU dan PP yang masih simpang siur? karena tentunya tidak semua kebijakan dari luar bisa diterapkan di Indonesia.

    BalasHapus
  20. Seringkali petani desa dalam menangani masuknya OPT kepertanaman,mereka menggunakan pestisida maupun pupuk kimia secara terus menerus yang bertujuan agar tanaman mereka tumbuh subur tanpa ada gangguan dr OPT, tanpa mengkhawatirkan efek penggunaan dari pestisida yg digunakan secara terus menerus baik pada lingkungan maupun terhadap perubahan struktur tanah itu sendiri .

    Jadi, kira2 bagaimana cara penanganan dari pemerintah terhadap ladang petani yang struktur tanahnya sudah berubah dan bagaimana cara agar petani di Negara kita ini bisa patuh terhadap peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Khususnya peraturan perlindungan Tanaman.

    BalasHapus
  21. Seringkali para petani pada masa sekarang ini selalu diuji dan ditindas kesabarannya dengan kedatangan OPT yang terlalu banyak. meskipun suatu komoditas tanaman sudah memberikankan obat, petisida ataupun pupuk kimia tetapi tetap ada OPT yang masih menggulir dan bertahan pada lahan pertanian yang ada.
    Coba berikan contoh yang paling dasar dan yang bersifat efektif untuk mengusir atau mematikan OPT yang menyerang tanaman komoditas tersebut serta kerja berkelanjutannya agar semua para petani dapat mengikutinya demi mengembangkan perlindungan tanaman yang ada pada masa sekarang ini.

    BalasHapus
  22. Apa yang terjadi bagi masyarakat yang melanggar undang-undang tertera?
    Sedangkan dari dulu para petani sudah lakukan dengan kebiasaan yang dimana tidak sejalan dengan undang-undang.
    Terima kasih

    BalasHapus
  23. Perlindungan tanaman sebagai bagian dari perlindungan pertanian merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah, Pertanyaan Saya apakah pertania di indonesia sudah mengalami perubahan dari tahun ke tahun.

    BalasHapus
  24. Disini saya ingin bertanya apakah bila benih atau pupuk yang dari luar negara lain masuk di Indonesia apakah ada UU yang mengatur

    BalasHapus
    Balasan
    1. Undang - Undang yang mengatur adalah Undang - Undang Republik Indonesia Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman

      Hapus
  25. berdasarkan uu yang berlaku mengenai perlindungan tanaman , saya ingin bertanya apakah para petani di NTT sudah melaksanakan kebijakan tesebut ?sedangkan saya lihat banyak para petani yang masih melanggar uu dan apa solusi dan tanggapan pemerintah terhadap masalah tersebut

    BalasHapus
  26. Area terancam bahaya (endangered area): area di mana faktor ekologis mendukung perkembangan jenis OPT tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian ekonomis yang besar.


    Perayaan saya adalah jelaskan dan berikan contoh terkait area-area yang sering di serang opt yang terjadi di NTT Yang menyebabkan kerugian ekonomis yg cukup besar

    BalasHapus
  27. Ijin bertanya
    Apakah dengan banyaknya perundangan undangan terkait kebijakan perlindungan tanaman ini dapat menjamin kemajuan pertanian di Indonesia ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menurut saya, tergantung kepada semua pihak pelaksana kebijakan tersebut. Kebijakan dibuat atas hasil rembukan para pihak terkait dengan memperhatikan masalah yang terjadi di lapangan. Setelah terjadi kesepakatan yang pastinya tidak merugikan banyak pihak, maka kebijakan tersebut dikeluarkan agar menjadi rekomendasi bagi petani untuk mengambil keputusan terkait masalah yang mungkin dihadapi nantinya. Oleh karena itu tentunya kebijakan yang dibuat pasti dengan dasar tujuan untuk kemajuan di bidang pertanian demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

      Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terbilang cukup banyak. Sekarang tergantung pada pihak pelaksananya. Jika kebijakan tersebut dijalankan dengan baik, pastilah tujuan dari kebijakan tersebut bisa terwujud yakni kemajuan pertanian Indonesia.

      Terima kasih

      Hapus
  28. Apa yang terjadi bagi masyarakat yang melanggar undang-undang terkait perlindungan tanaman ?
    Sedangkan dari dulu para petani sudah lakukan dengan kebiasaan yang dimana tidak sejalan dengan undang-undang.

    BalasHapus
  29. Saya ingin bertanya, apa saja kendala yang memungkinkan kebijakan perlindungan tanaman tidak berjalan baik dalam penerapannya di lapangan, baik dari oknum pemerintah maupun dari petani itu sendiri?

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya akan menjawab perntanyaan ini kendala yang memungkinkan kebijakan perlindungan tanaman tidak berjalan baik dalam penerapannya karena rendahnya SDM, dan juga pengaksesan informasi tentang Kebijakan Perlinudngan Tanaman yang sulit terjangkau sampai daerah pelosok pedesaan serta kurang diadakannya sosialisasi maupun penyuluhan dari dinas pertanian setemtempat tentan Kebijakan Perlindungan Tanaman bagi petani disetempat

      Hapus
  30. Saya ingin bertanya mengenai UU yang di ubah seperti pada UU No.22 Tahun 2019 mengubah UU No. 12 Tahun 1992 dari Tentang Sistem Budidaya Tanaman menjadi Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.Apakah dengan perubahan tersebut kebijakan pemerintah tentang Sistem Budidaya Pertanian berjalan dengan lancar atau tidak ?
    Terima Kasih

    BalasHapus
  31. Saya ingin bertanya terkait dengan tindakan karantina sebagaimana yang dijelaskan dalam UU No. 21 Tahun 2019, apakah hanya petugas karantina sajakah yang dapat melaksanakan tindakan karantina tersebut? Dan apabila dalam melaksanakan karantina, bila tidak memenuhi prosedur atau syarat administrasi, apakah tindakan karantina tersebut terbilang sah atau tidak?

    Terima kasih.

    BalasHapus
  32. saya mau bertanya terkait dengan materi yang telah di paparkan mengenai Setiap Orang dilarang menggunakan Sarana Budi Daya Pertanian dan Prasarana Budi Daya Pertanian, yang menjadi sarana dan prasarana budidaya pertanian seperti apa? dan jikalau kita menggunakan konsekuensi apa yang diberikan?. Terimakasih

    BalasHapus
  33. mengapa tata kelola perlindungan tanaman perlu dilakukan dengan menggunakan model tata kelola kolaboratif ?
    terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menggunakan tata kelola kolaburatif bertujuan supaya ada perpaduan atau kolaborasi dari tiap-tiap model,yang dimana dari model-model yang berkolaborasi tersebut kita bisa menentukan satu cara yang benar-benar efektif.

      Hapus
  34. Mengapa perlu dilakukan perlindungan tanaman terhadap varietas tanaman yang baru?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hak perlindungan varietas tanaman ini merupakan suatu bentuk imbalan atas upaya yang dilakukan pemulia/pembuat suatu jenis varietas tanaman dalam merakit kultivar/ras varietas tanaman yang dikembangkannya, sekaligus untuk melindungi konsumen (penanam bahan tanam atau pengguna produk) dari pemalsuan atas produk yang dihasilkan dari kultivar tersebut.

      Hapus
  35. Apakah alasan pentingnya perlindungan terhadap varietas tanaman lokal ?
    Terima kasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pentingnya perlindungan varietas tanaman lokal didasarkan atas beberapa alasan? Adanya tekanan memenuhi kebutuhan pangan akibat pertambahan populasi, keterbatasan lahan, stress air dan input pertanian; serbuan benih unggul baru ke dalam manajemen usaha tani; dan berkembangnya teknologi dan manajemen usaha tani.

      Hapus
  36. Saya Ingin Bertanya "Bagaimana cara antisipasi petani dalam menghadapi dampak perubahan iklim" ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cara antisipasi petani dalam menghadapi dampak perubahan iklim yaitu diantaranya :
      Harus mengetahui informasi terkait perubahan iklim, peringatan dini dan sistem informasi iklim.
      Menyesuaikan kalender tanam dan jenis komoditas yang akan ditanam. Dalam antisipasi petani dalam pertanian salah satu faktor pertumbuhan tanaman adalah iklim. Agar pertumbuhan sebuah tanaman bisa maksimal maka akan lebih baik jika sesuai dengan iklimnya.

      Hapus